Hugua: PSBB di Jakarta Harus Ada Sanksi Tegas

  • Bagikan
Hugua
Hugua

SULTRAKINI.COM: Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh menteri kesehatan di kawasan penyangga Kota DKI Jakarta seperti  Bogor, Tangerang Raya, Depok dan Bekasi yang hanya berselang kurang dari sepekan dengan penetapan status PSBB DKI Jakarta merupakan bukti bahwa wabah virus corona  (Covid 19) meluas cepat dan akan bergerak ke kota-kota lainnya di Pulau Jawa dan kemungkinan akan melebar ke seluruh Indonesia.

Terkait hal itu, anggota DPR RI Komisi II  Fraksi PDI Perjuangan  Ir Hugua berpendapat bahwa penerapan PSBB di Jakarta harus ada sanksi tegas  bagi pelanggar karena Jakarta adalah barometer Indonesia. 

Menurutnya, keberhasilan atau gagalnya penerapan PSBB di DKI Jakarta akan  menentukan keberhasilan atau gagalnya penerapan PSBB kota lainnya di Indonesia guna membebaskan Indonesia dari wabah global Covid 19.

 “Penerapan PSBB di Jakarta harus ada sanksi tegas karena Jakarta jadi barometer penerapan PSBB di kota lainnya dalam membebaskan Indonesia dari wabah Covid 19,” kata Politisi PDI Perjuangan ini dalam keterangan yang disampaikan kepada SultraKini.com, Selasa (14 April 2020).

Mantan Bupati Wakatobi dua periode ini mencontohkan meluasnya wabah flu Spanyol tahun 1918 yang dikenal dengan wabah paling mematikan di abad ke-20 lebih disebabkan oleh faktor non medis daripada faktor medis.

Pada saat itu masyarakat tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan seperti menetap di rumah bagi yang sakit dan demam, karantina, menggunakan masker  dan lainnya.  Melainkan, pada saat itu masyarakat mencegah wabah dengan  melaksanakan  kenduri, sesajen dan kegiatan sosial budaya lainnya yang justru memudahkan penyebaran virus flu tersebut ke orang lain sehingga dengan cepat wabah ini menginfeksi 500 juta  orang atau sekitar 1/3 dari penduduk dunia saat itu dan menewaskan 50 juta orang. 

“Pada saat itu rumah sakit tidak berfungsi maksimal dikarenakan jumlah pasien lebih banyak dari kemampuan tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang tersedia,” ungkapnya. 

Terkait upaya mencegah korba virus corona yang lebih luas lagi, Hugua menambahkan diperlukan program dan pendanaan yang matang dan tersistem  untuk mencegah wabah ini secara maksimal sebelum vaksinnya ditemukan.

Apalagi bila mendasari pendapat  para ilmuan Imperial College Covid 19 Response Team bahwa diperlukan waktu 18  bulan atau lebih untuk menemukan  vaksinnya agar dunia terbebas dari Covid 19 ini.

Sehingga, sejak dini pemerintah dan berbagai unsur terkait dapat merencanakan program dan kegiatan secara baik, misalnya membuat program mitigasi bencana yang difokuskan pada pelambatan penyebaran epidemi dan mengurangi kesibukan petugas seperti social distancing (jaga jarak), stay at home (di rumah saja), memakai masker dan lainnya yang biasanya berlangsung selama 3 bulan.

Selanjutnya adala membuat program suspensi bencana   dimana  saat itu jumlah terinfeksi mulai menurun dan kegiatan difokuskan pada mengubah arah langkah wabah antara lain dengan memassifkan rapid test,  mengefektifkan pemblokiran kawasan terinfeksi dan  kegiatan lainnya.

“Intinya adalah mengurangi kasus serendah-rendahnya dan mempertahankan situasi hingga pandemi selesai,” tutur Hugua.

Fase Suspensi ini, terangnya, biasanya berlangsung selama 5 bulan.

Ketua Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Sulawesi Tenggara (Sultra) ini juga mengingatkan bahwa pada fase suspensi ini harus benar-benar terjaga dengan baik sehingga tidak muncul pandemi gelombang kedua  yang lebih berbahaya daripada  pandemi awalnya.

“Saya minta ketegasan Mendagri untuk  memastikan bahwa APBD Perubahan Pemerintah daerah sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Dalam  Negeri dan Menteri Keuangan  No. 119/2813/Sj, No :177/KMK/07/2020 berkaitan dengan percepatan penanganan Wabah Covid 19 memfokuskan pada pembiayaan  kegiatan mitigasi dan suspensi tersebut serta dampak  lainya secara tersistem, terukur dan transparan.  Sehingga tercipta partisipasi publik yang tinggi untuk  bersama melawan  wabah ini,” kata Hugua.

Anggota Komisi II DPR ini meminta kepada para ahli hukum dan elit politik  untuk mengurangi silang pendapat di publik, termasuk para pengkritik agar ditangguhkan dulu hingga masa darurat wabah ini usai.

“Kita Butuh satu  komando, satu langka gotong-royong bersama  dan satu tindakan bersama  demi keselamatan  kita bersama,” tutup Ketua Gabungan Industri Pariwisata  (GIPI) Sultra ini.

Laporan: Shen Keanu

  • Bagikan