Muntahan Paus Bernilai Miliaran Rupiah Ditemukan Nelayan Puma

  • Bagikan
Muntahan Paus (ambergris) yang ditemukan La Utani bersama rekannya dikerumuni warga setelah di pantai. Foto: Ist.

SULTRAKINI.COM: Nelayan asal Pulau Makasar, Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), menemukan muntahan paus  (ambergris) seberat kurang lebih 300 kg pada Sabtu (17 November 2018) di perairan Atapupu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Harganya diperkirakan mencapai Rp 9 miliar. Harga pasar ambergris antara Rp 22 juta hingga Rp 30 juta per kilogram.

Sehari setelah itu, Minggu (18 November 2018), warga Kabupaten Wakatobi menemukan bangkai paus sperma sepanjang 9,5 meter terdampar di perairan Kapota Utara.

Aktivis lingkungan di Wakatobi, Saleh Hanan, menuturkan dalam perut paus ditemukan 5,9 kg sampah berupa plastik keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4 pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), didominasi tali rafia (3,26 kg) & gelas plastik (115 pcs, 750 gr).

“Kelihatannya sampah tersebut bukan sampah yang segar, berarti sudah berminggu, berbulan dimakan oleh ikan paus,” jelas Saleh.

Sejauh ini belum ada informasi pasti apakah muntahan paus yang ditemukan nelayan di perairan NTT sudah merupakan paus yang ditemukan mati di Wakatobi.

Namun, apabila dianalisis dari pendekatan jarak antara perairan Wakatobi dan NTT, serta waktu penemuan yang terpaut singkat, maka sangat mungkin paus yang muntah di NTT itu merupakan paus yang ditemukan di Wakatobi.

Sebelum mati paus tersebut mengeluarkan muntah karena sakit. Para aktivis lingkungan menilai kematian paus di Wakatobi karena telah menelan banyak sampah berbahaya.

Koordinator konservasi spesies maritim WWF Indonesia, Dwi Suprapti mengatakan bukan hal mustahil penyebab kematian paus tersebut adalah plastik-plastik yang dicernanya.

“Meskipun kami belum bisa menentukan penyebab kematian, fakta-fakta yang kami lihat benar-benar mengerikan,” kata Dwi sebagaimana dikutip kantor berita Associated Press.

Terlepas dari itu, penemuan muntahan paus dianggap sebagai rezeki, sehingga muntahan paus (ambergris) pun biasa disebut dengan floating gold atau emas yang mengambang.

Adalah La Utani, seorang nelayan NTT asal Kelurahan Sukanayo, Pulau Makasar (Puma) Baubau Sulawesi Tenggara yang menemukan muntahan paus tersebut.

Ceritanya, siang itu La Utani bersama seorang rekannya melaut mencari umpan jenis ikan terbang di perbatasan Pulau Alor dan Atapupu (NTT).

Pertama melihat muntahan paus itu, tidak menghiraukannya. Mereka tetap fokus dengan tujuan utama menangkap ikan terbang. Lalu muncul perdebatan antara La Utami dan rekannya bahwa kemungkinan barang yang mengapung tadi adalah berharga.

Akhirnya mereka sepakat untuk mencarinya kembali. Setelah ditemukan, lalu dibawanya ke pantai. Benar saja, setelah di darat ketahuanlah bahwa itu adalah muntahan paus yang tinggi nilainya.

Muntahan paus yang ditemukan itu telah diamankan dan disimpan dengan cara dipotong beberapa bagian.

“Barangnya sudah diamankan di rumah,” jelas La Utani kepada SultraKini.com melalui sambungan telepon yang dihubungkan oleh kakak kandungnya Nurdin (34) yang tinggal di Puma, Kamis (22 November 2018) malam.

Pengamat kelautan dan perikanan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Chaterina A Paulus menjelaskan muntahan paus sangat mahal berharganya karena kelangkaannya di alam.

“Mengingat produksi ambergris ini dihasilkan kurang dari lima persen paus sperma, sehingga harganya menjadi sangat mahal,” kata Chaterina di Kupang, seperti lansir Antara.

Dijelaskan, ambergris atau muntahan paus sperma mengandung 456 jenis kolesterol. Satu di antaranya amberine dengan kandungannya 25-45 persen.

Amberine ini adalah alkohol yang tidak berbau (odourless), diekstraksi dari ambergris dan digunakan untuk membuat aroma parfum lebih lama.

Kualitas ambergris sesuai dengan warnanya, dan parfum terbaik yang terbuat dari varietas putih murni. Ambergris hitam paling tidak berharga karena mengandung amberine lebih sedikit.

Masa ambergris atau muntahan paus berubah warna dengan oksidasi, yang terjadi ketika terkena air laut dan udara untuk jangka waktu yang lama. Ambergris juga berfungsi sebagai fiksaktif dalam industri parfum dan medis.

Pada peradaban Arab, awal menamakannya dengan “Anbar” dan menggunakan sebagai dupa, afrodisiak, dan obat untuk menyembuhkan banyak penyakit termasuk otak, jantung, dan indra.

Ambergris juga digunakan untuk meningkatkan rasa makanan dan wine. Baru-baru ini bahkan digunakan sebagai adiktif untuk koktail, cokelat, dan beberapa kue khusus.

Ambergris adalah bahan alami dan sebaiknya dibiarkan kering secara alami. Jangan simpan ambergris dibungkus atau disegel dalam plastik atau wadah tertutup.

Aroma bahkan kualitas potongan terbaik dapat terpengaruh jika disegel, apalagi pada saat pertama kali ditemukan atau dikumpulkan.

Kelembaban dari air laut dan lingkungan luar dapat terperangkap di permukaan yang berupa celah-celah kecil dan membuat potongan basah atau lembab pada awalnya dan bahkan pada beberapa kasus menimbulkan jamur berkembang.

“Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan kualitas ambergris,” ujar Chaterina yang juga staf pengajar pada program studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Undana.

Ambergris lebih baik dijauhkan dari benda-benda beraroma kuat lainnya. Seharusnya tidak langsung terkena pancaran sinar matahari karena bisa meleleh,” katanya.

Penanganan awal dapat disimpan dalam wadah terbuka (ember atau kotak kardus) dengan posisi dibiarkan terbuka untuk memungkinkan sirkulasi udara.

Menurutnya, penanganan ambergris harus hati-hati. Sebab, dapat saja kehilangan bobotnya dan paling dramatis terjadi dalam 24-48 jam pertama.

Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam Punah (CITES) tidak melarang pengambilan muntahan paus (ambergris). Sebab, ambergris merupakan produk limbah paus yang terjadi secara alami.

“Menurut CITES, ambergris sebagai produk limbah paus yang terjadi secara alami, membuatnya legal untuk diambil oleh siapa pun,” ucap pengamat Kelautan dan Perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Chaterina A Paulus, di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan legalitas kepemilikan ambergris dan kasus penyitaan muntahan paus milik nelayan oleh petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT.

Penemuan muntahan paus di NTT juga pernah terjadi. Saat itu, 18 April 2018, Marsel Lopung, seorang nelayan Kelurahan Oeba, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, juga menemukan ambergis yang harganya mencapai Rp 3 miliar.

Laporan: Zarmin
Editor: M Djufri Rachim

  • Bagikan