Mitos atau Fakta: Kekayaan Soekarno dan Rahasia Emas 57 Ton di Bank Swiss

  • Bagikan
Soekarno dan emas.

SULTRAKINI.COM: Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sering kali disebut-sebut oleh masyarakat memiliki harta berupa emas batangan seberat 57 ton yang disimpan di Bank Swiss. Apakah Soekarno benar-benar memiliki kekayaan luar biasa tersebut? Ataukah ini hanya sebuah mitos yang berkembang di masyarakat?

Presiden Soekarno, yang menjabat dari tahun 1945 hingga 1967, dikabarkan memiliki emas batangan seberat 57 ton yang tersimpan di Bank Swiss. Rumor ini mencuat dengan cerita bahwa emas tersebut sempat dipinjam oleh Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pada tahun 1963 untuk pembangunan negara Paman Sam.

Namun, fakta sejarah menunjukkan gambaran yang berbeda. Berdasarkan data dan wawancara historis, Soekarno dikenal sebagai presiden yang hidup dalam kesulitan ekonomi. Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Amerika, Cindy Adams, Soekarno mengungkapkan bahwa selama menjabat, penghasilannya hanya sebesar US$ 220. Dia bahkan tidak memiliki rumah dan tanah pribadi.

Soekarno juga mengungkapkan bahwa dia sering kali terpaksa meminjam uang dari ajudannya. Fakta ini diperkuat oleh Guntur Soekarnoputra, putra pertama Soekarno, yang dalam kolom opini di Media Indonesia (26 September 2020) menyatakan ayahnya sering kali meminjam uang dari sahabatnya, termasuk Agoes Moesin Dasaad.

Sejarawan Indonesia, Ong Hok Ham, dalam bukunya “Kuasa dan Negara” (1983), juga membantah rumor tentang harta Sukarno. Ong menegaskan bahwa tidak ada bukti sejarah yang mendukung cerita bahwa Soekarno mewarisi kekayaan dari Kerajaan Mataram Islam atau memiliki emas batangan dalam jumlah besar.

Sebuah klaim kontroversial yang menyatakan keberadaan emas sebanyak 57 ribu ton itu juga dibantah keras oleh Asvi Warman Adam, sejarawan terkemuka dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Klaim tersebut, pertama kali muncul dalam buku ‘Harta Amanah Soekarno’ karya Safari ANS terbitan 2014, dan berkaitan dengan perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement antara Presiden Sukarno dan Presiden AS John F. Kennedy (JFK) di Jenewa, Swiss, pada 14 November 1963, telah menimbulkan diskusi panas di kalangan masyarakat dan media.

“Itu hoax. Dulu saya pernah kritik buku ‘Harta Amanah Soekarno’ yang mengemukakan hal itu,” tegas Asvi dalam wawancara dengan wartawan.

Cerita tentang perjanjian tersebut telah beredar di internet sejak 2009 dan dipublikasikan pertama kali oleh situs bibliotecapleyades pada 28 November 2008.

Safari ANS, dalam bukunya, mengklaim bahwa AS mengakui kekayaan negara Indonesia dalam bentuk emas yang diklaim Sukarno kepada Amerika sebagai harta rampasan perang.

Safari ANS juga mengaku memiliki salinan dokumen-dokumen sebagai bukti tulisannya dan meyakini bahwa harta Sukarno di Bank UBS Swiss dapat dicairkan.

“Banyak dokumen-dokumen di seluruh dunia ini bisa dicairkan. Meski pemerintah Indonesia tidak mengakui secara resmi, namun secara ‘diam-diam’ pejabat Indonesia, seperti menteri yang masih aktif hingga mantan presiden, datang ke UBS/Bank Swiss untuk mencairkan dana tersebut,” ungkap Safari dalam bedah buku di Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, pada 7 Mei 2014.

Kasus yang mengguncang dunia politik dan ekonomi ini menjadi topik hangat dan mendapatkan perhatian luas, baik di Indonesia maupun secara internasional, mengingat kompleksitas dan implikasinya terhadap sejarah dan diplomasi internasional.

Namun kisah kekayaan Soekarno yang berkembang di masyarakat ternyata tidak memiliki dasar yang kuat, dan lebih banyak didasari oleh mitos ketimbang fakta historis yang valid. Kehidupan Soekarno sebagai presiden yang hidup sederhana hingga akhir hayatnya, mempertegas bahwa cerita tentang harta karun emas batangan presiden pertama Indonesia tersebut hanyalah sebuah mitos.

Laporan: Shen Keanu

  • Bagikan