Tambak Ikan di Sekitar PT VDNI Terancam Hilang

  • Bagikan
Salah seorang penambak ikan yang berada di salah satu tambak miliknya. (Foto. Istimewa).
Salah seorang penambak ikan yang berada di salah satu tambak miliknya. (Foto. Istimewa).

SULTRAKINI.COM : KENDARI – Proyek pembangunan jalan PT Virtue Dragon Nickel Industry yang terus berlangsung di tujuh desa Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), memberi dampak buruk terhadap sumber mata pencaharian warga.

Bagaimana tidak, sejumlah tambak milik warga yang menjadi kawasan proyek jalan yang dimulai sejak 2014 oleh PT VDNI, mengalami kerusakan dan tercemar.

Salah Seorang warga pemilik tambak ikan dan kepiting di Desa Tani Indah, Sulaiman, mengaku kondisi tambaknya mengalami penyempitan dan airnya  kini berubah akibat dampak pembangunan jalan tersebut.

“Hasilnya juga saat ini sudah tidak sama lagi seperti dulu, saat PT VDNI masuk untuk beroperasi. Air tambak saya sudah kotor, berubah warna sekarang. Saya tidak berani lagi untuk menurunkan bibit udang takut hasilnya sedikit,” ujarnya.

Akibat dampak tersebut, Sulaiman dan warga lainnya tidak dapat berbuat banyak. Bahkan rencananya, jika usaha pembudidayaan tambak mengalami kegagalan terus menerus, Sulaiman terpaksa akan menjual tambak ke pihak perusahaan dengan ketentuan harga cocok.

Jika sebelumnya warga dapat memanen 1 ton per petam tambak dan mampu memenuhi pasar lokal, namun kondisi saat ini tidak lagi demikian.

“Kalau harga cocok dan saya tidak dirugikan mungkin akan saya jual saja, karena diolah juga hasilnya menurun,” katanya.

Ditempat terpisah,  Penanggung Jawab Teknik dan Lingkungan PT VDNI, Wahyudi Agus, mengklaim jalan yang berada disekitar kawasan tambak warga itu berstatus jalan hauling perusahaan.

“Statusnya jalan hauling yang membawa material dari jeti ke perusahaan dan sebaliknya,” terang Kris.

Menyikapi keluhan warga, Wahyudi keberatan jika menurunnya hasil panen tambak warga disebabkan dari debu jalan perusahaan.

Pihaknya meminta perlu adanya penelitian dari pihak akademisi untuk menguji kepastian mengapa hasil tambak warga menurun.

“Persoalan pembelian tanah itu bisa saja dilakukan asal sesuai dengan regulasi dan NGOP tanah. Misalnya harganya Rp 5 ribu per meter, lalu mintanya Rp 500 ribu itu tidak mungkin,” katanya.

Laporan: Wayan Sukanta
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan