Media di Tahun Politik, SultraKini Tetap Independen

Admin - Tak Berkategori
  • Bagikan
Ilustrasi

SELAMAT datang tahun 2018. Tahun Politik. Disebut begitu karena medio tahun ini di Sulawesi Tenggara akan dihelat pemilihan gubernur, serta pemilihan bupati Kolaka dan Walikota Baubau. Tiga pilkada yang tergabung dalam 171 pilkada serentak seluruh Indonesia pada 27 Juni 2018.

Eskalasi komunikasi politik telah memasuki relung-relung sebahagian hati masyarakat Sultra. Kandidat kepala daerah telah “tersenyum” manis melalui foto baliho di pinggir-pinggir jalan.

Selain menggunakan media luar ruang (baliho), kandidat dan aktor-aktor politik juga melakukan tatap muka langsung dengan calon pemilih. Cara ini jauh lebih mahal ongkosnya, menyita waktu dan biaya tinggi.

Selain itu, wajah dan aktivitas calon kepala daerah kerap kali menghiasi halaman media massa, baik cetak, elektronik, dan terlebih media online dewasa ini. 

Media massa digunakan sebagai sarana komunikasi politik karena dianggap sebagai mesin pembujuk yang sistematis dan berpengaruh. Apa yang disampaikan oleh media pers dinilai sebagai kebenaran yang pada akhirnya menjadi rujukan masyarakat.

Hal itu terjadi karena media menjalankan perannya sebagai media informasi dan wakil dari publik (public representative), tentu ditunjang fungsi lain berupa peran jaga (watchdog).

Makanya politisi selalu tidak ketinggalan memanfaatkan media sebagai saluran komunikasinya. Demikian sebaliknya, media massa menjadikan momentum politik, seperti pilkada, sebagai pangsa pasar menggiurkan.

Dalam hubungan saling “melingkupi” demikian, tak jarang kemudian media pers lupa diri. Lupa bahwa pers itu harus independen. 

Makanya, kemudian Dewan Pers Indonesia, membagi tiga golongan media massa. Pertama adalah media profesional, kedua adalah media partisan, dan ketiga media abal-abal. 

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, menyebut ciri media abal-abal adalah menggunakan nama media yang aneh-aneh, mencatut nama institusi negara seperti Koran Pemberita Korupsi (KPK), Koran Tipikor, BIN, dan tidak jelas alamat redaksinya.

Sedangkan media partisan biasanya keberadaannya untuk mendukung kepentingan tertentu. Akan sangat mudah menebak media jenis ini. Lihat saja pemberitaan atau headline didominasi oleh calon kepala daerah tertentu, biasanya dilakukan secara berulang-ulang.

Pers semacam ini lupa bahwa wartawan itu adalah jurnalis bukan jurkam alias juru kampanye.

Pers semacam ini lupa memagang prinsip bahwa media itu umurnya lebih panjang, mungkin ribuan tahun, dibanding umur kekuasaan politik yang hanya lima tahun atau 10 tahun bagi pendukung kepala daerah yang sudah dua periode.

Sementara media profesional adalah media yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai yang sudah digariskan oleh undang-undang pers dan etika profesi. Salah satunya adalah menjaga independensi dari berbagai kepentingan.

Independensi media bisa dimaknai sebagai sikap untuk tidak mengikutsertakan kecenderungan pribadi pengelola media (wartawan, editor, bahkan pemimpin redaksi) dalam proses memotret serta mengeskspos suatu berita.

Sikap demikian memang amat pribadi dan pasti hadir pada setiap benak manusia. Hanya saja ini membutuhkan konsistensi untuk terwujud dalam tindakan netral alias tidak mewujudkan pilihan pribadi ke dalam pemberitaan yang dikhawatirkan akan mempengaruhi sikap dan pilihan khalayak.

Posisi media sebagai ruang dialog membutuhkan landasan filosofis independen dan landasan praktis netralitas yang perlu dijaga. Tanpa itikad baik pengelola media untuk menjaga martabatnya seraya memenuhi kepentingan bisnisnya, bisa diprediksi kualitas demokrasi akan berjalan secara absurd.

Memang mengidealkan posisi media yang netral dan independen kadang terasa amat berat bahkan utopis, ketimbang bisnis yang berorientasi profit yang sulit dielakkan. Namun begitu bisa dicari jalan kompromistis dengan tetap menjaga isi pemberitaan yang mendekati netral dan independen, dengan tetap mampu mengemas berita yang bernilai ekonomi tinggi.

Guna mencapai jalan kompromistis tersebut maka SultraKini.com sebagai media yang menempati rangking pertama di Sulawesi Tenggara versi alexa.com pada penutupan tahun 2017 (tanggal 31 Desember) telah bertekad untuk senantiasa memperhatikan etika dasar jurnalistik yang menyiratkan keseimbangan (cover both sides), keakuratan, dan keadilan (fairness) sehingga pada akhirnya dapat mengantarkan Pilkada di Sultra ke arah demokrasi yang lebih baik. Insya Allah. Selamat Tahun Baru 2018. 

Penulis: M Djufri Rachim adalah Komisaris Utama SultraKinidotcom, sehari-hari bekerja sebagai dosen tetap (non PNS) pada Jurusan Jurnalistik dan Komunikasi Universitas Halu Oleo.

  • Bagikan