2021 Pasar Modal Tumbuh Positif, OJK Sebut Saatnya Langkah Normalisasi

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Katadata)

SULTRAKINI.COM: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meperbaiki kembali kebijakan, khususnya yang dikeluarkan dalam rangka menjaga daya tahan dan mengendalikan volatilitas pasar modal akibat pandemi Covid-19 pada 2022.

Menurut OJK, kebijakan-kebijakan dikeluarkan ketika pandemi tersebut sudah kurang relevan sehingga harus ditinjau kembali dan mengambil langkah-langkah normalisasi. Rencana inisiatif dikeluarkan pihaknya sebanyak lima tindakan.

Pertama, mempersiapkan operasionalisasi dan infrastruktur bursa terutama legalitas pendukung penyelenggaraan bursa karbon, agar Indonesia menjadi pusat perdagangan karbon dunia. Penerapan ekonomi hijau termasuk bursa karbon akan didukung oleh taksonomi hijau yang segera akan diterbitkan.

“OJK akan terus mengembangkan instrumen berbasis ekonomi hijau dan indeks bursa yang disebut IDX ESG Leaders Index dan Indeks Sri Kehati untuk meningkatkan peran emiten dalam mengimplementasikan kaidah ekonomi hijau,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, Selasa (4 Januari 2022).

Kedua, OJK akan memperluas basis emiten, di antaranya melalui sekuritisasi aset dan pembiayaan proyek strategis untuk mendukung kebutuhan pembiayaan infrastruktur 2020-2024 yang berkisar di angka Rp 6.445 triliun (Bappenas, RPJMN 2020-2024).

Pihaknya akan mengakomodir calon emiten perusahaan start-up berbasis teknologi untuk melakukan penawaran umum di bursa domestik melalui kebijakan yang akomodatif dengan mengeluarkan POJK Nomor 22 Tahun 2021 tentang Multiple Voting Share pada Desember 2021.

Ketiga, perluasan dan percepatan pelaku UMKM untuk masuk ke pasar modal melalui platform Securities Crowdfunding dan optimalisasi papan akselerasi UMKM yang bekerja sama dengan pemda untuk mendapatkan Surat Perintah Kerja yang potensinya sebesar Rp 74 triliun.

Keempat, pengembangan instrumen derivatives untuk indeks saham, suku bunga (forward rate agreement dan swap), derivatives nilai tukar (swap, forward rates dan options) dapat ditransaksikan secara transaparan dalam regulated market di bursa.

“Detail strategi dan target pengembangan instrumen derivatif telah dimasukkan dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKP3K),” terang Wimboh.

Kelima, percepatan pengembangan infrastruktur Central Counterparty Clearing house (CCP) yang akan selesai 2022 yang merupakan terobosan penting bagi pendalaman pasar keuangan dalam menjaga integritas pasar, sehingga informasi mengenai instrumen yang diperdagangkan baik transaksi dan harga dapat lebih transparan ke publik.

Wimboh menyampaikan, pertumbuhan pasar modal sepanjang 2021 mencapai angka di luar perkiraan, seperti indeks harga saham gabungan tumbuh 10,08 persen, jumlah investor melonjak sangat tinggi, serta penghimpunan dana mencapai rekor tertinggi selama ini.

Per 30 Desember 2021, IHSG berada di level 6.581,48 atau meningkat 10,08 persen secara year to date (Ytd). Sementara itu, kapitalisasi pasar saham mencapai Rp 8.256 triliun atau naik 18,45 persen dibandingkan posisi akhir 2020 senilai Rp 6.970 triliun.

Aktivitas perdagangan juga mencatatkan rekor-rekor baru, di antaranya frekuensi transaksi harian tertinggi terjadi pada 9 Agustus 2021 yang mencapai 2,14 juta kali transaksi, volume transaksi harian tertinggi mencapai 50,98 miliar saham di 9 November 2021, dan kapitalisasi pasar tertinggi mencapai Rp 8.354 triliun di 13 Desember 2021.

Sedangkan dari industri pasar modal syariah per 30 Desember 2021, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada 189,02 poin atau meningkat 6,50 persen dibandingkan indeks ISSI pada 30 Desember 2020 sebesar 177,48 poin.

Jumlah saham syariah terdaftar dalam Daftar Efek Syariah juga mengalami peningkatan dari sebelumnya 441 efek syariah per 30 Desember 2020 menjadi 494 efek syariah pada 30 Desember 2021.

Pada periode yang sama, kapitalisasi pasar saham syariah juga mengalami pertumbuhan 19,36 persen dari sebelumnya Rp 3.344,93 triliun menjadi Rp 3.983,65 triliun per 30 Desember 2021.

Pertumbuhan Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan layanan baru untuk mendukung pelaku UMKM dalam memperoleh pendanaan melalui pasar modal juga tercatat mengalami peningkatan, hingga 30 Desember 2021 terdapat tujuh penyelenggara (penyedia platform) yang memperoleh izin dari OJK.

Jumlah ini meningkat 75 persen dibandingkan per 30 Desember 2020 yang hanya empat penyelenggara. Pada periode yang sama, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang berhasil menghimpun dana melalui SCF juga meningkat 48,84 persen dari sebelumnya 129 perusahaan per 30 Desember 2020 menjadi 192 perusahaan.

Berdasarkan data di KSEI, peningkatan jumlah investor ini didominasi oleh investor domestik yang berumur di bawah 30 tahun yang mencapai sekitar 59,98 persen dari total investor.

“Nilai pengelolaan investasi di pasar modal mengalami peningkatan, per 30 Desember 2021 terdapat peningkatan NAB Reksa Dana sebesar 0,85 persen dari sebelumnya pada akhir 2020 tercatat Rp 573,54 triliun naik menjadi Rp 578,44 triliun,” ucap Wimboh.

Sementara itu Presiden RI, Joko Widodo dalam sambutannya pada Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia mengatakan kinerja positif pasar modal Indonesia bersama kinerja sektor ekonomi yang lain menjadi modal optimisme Indonesia untuk terus bekerja keras menghadapi banyaknya tantangan dalam pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Capaian positif di pasar modal ini lebih baik dibanding kinerja bursa saham negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.

“Kita harapkan ini akan terus membesar dan memberi dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi negara kita,” kata Presiden, Senin (3 Desember 2022).

Untuk diketahui, per 30 Desember 2021 jumlah investor sebanyak 7,49 juta atau meningkat 92,99 persen dibandingkan akhir 2020 yang tercatat 3,88 juta dan jumlah ini meningkat hampir tujuh kali lipat dibandingkan akhir 2017. (C)

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan