Dinamika Pilkada di Masa Covid-19 dan Strategi KPU Koltim

  • Bagikan
Suprihaty Prawaty Nengtias, SP., MP (Ketua KPUD Kolaka Timur)
Suprihaty Prawaty Nengtias, SP., MP (Ketua KPUD Kolaka Timur)

Oleh: Suprihaty Prawaty Nengtias, SP., MP (Ketua KPUD Kolaka Timur)

Pencoblosan pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak 2020 direncanakan September, namun, Perpu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menggeser pelaksanaan pencoblosan pada 9 Desember menyusul pandemi Covid-19. Pelaksanaan pilkada kali ini menjadi tantangan besar bagi penyelenggara pemilu (KPU).

Pesta demokrasi di tingkat daerah yang diadakan setiap lima tahun, kali ini sangat berbeda dengan pilkada sebelumya karena situasi pandemi Covid-19. Menghadirkan banyak keraguan dari kalangan pengamat/analis politik dan pemilu seperti kemungkinan turunnya tingkat partisipasi, maupun potensi pelanggaran aturan kepemiluan.

Para pengamat mengingatkan jika protokol kesehatan tidak diterapkan, pelaksanaan pilkada serentak 2020 dikhawatirkan menjadi kluster baru penyebaran wabah Covid-19. Ada tiga isu yang harus diperhatikan terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19.

Pertama, faktor kesehatan. Standar protokol kesehatan untuk pilkada dalam situasi wabah seperti ini belum ada contohnya.

Kedua, anggaran pelaksanaan pilkada akan lebih tinggi karena ada alokasi biaya tambahan seperti untuk pembelian alat pelindung diri (APD) dan alat kesehatan lainnya yang dulu tidak disediakan atau tidak pernah ada pos pembiayaan.

Ketiga, isu bagaimana teknis kampanye, menyampaikan gagasan dan program dari setiap pasangan calon. Apakah itu bisa digunakan dengan pemanfaatan teknologi saat ini seperti memanfaatkan aplikasi Zoom atau lainnya. Apakah itu efektif? Apakah masyarakat di perdesaan bisa mengaksesnya?

Covid-19 berpotensi memundurkan dan menyebabkan cacat demokrasi. Sebab, Covid-19 dengan beragam aspeknya mengganggu pelaksanaan praktik-praktik demokrasi.  Ada banyak agenda demokrasi yang tidak bisa dijalankan dengan baik. Anggaran pemilu juga berpotensi membengkak. 

Selain itu, salah satu tantangan terberat adalah tingkat partisipasi masyarakat yang rendah, karena mereka takut untuk berkerumun, datang ke TPS untuk memberikan hak suara, ataupun terlibat dalam kegiatan lain terkait pemilu.  Risiko lain dari pilkada di masa pandemi adalah kompetisi yang tidak fair. Ada kemungkinan penyalahgunaan bantuan sosial, kampanye yang tidak maksimal dan money politic makin tinggi.

Untuk daerah zona merah, masyarakat akan takut pergi ke TPS melakukan pencoblosan. Karena sekarang dalam kondisi tertekan, dalam kondisi darurat; dalam kondisi normal saja orang malas‎. Pasti akan terjun bebas angka partisipasinya. Oleh sebab itu, dengan adanya penurunan jumlah partisipasi pemilih, akibatnya Pilkada serentak nanti tidak akan berkualitas. Memaksakan pilkada di tengah pandemi bukan hanya pertaruhan kualitas tapi perjudian demokrasi yang luar biasa. Untuk itu, daerah yang kategori zona merah diusulkan bisa dimundurkan pelaksanaan jadwal pencoblosan, itu dilakukan sampai daerah tersebut berubah statusnya menjadi hijau.

Masih tingginya kasus penularan Covid-19 di Tanah Air membuat penyelenggaraan kontestasi politik di tingkat daerah itu dibayangi rasa kekhawatiran. Terlebih, tidak sedikit masyarakat yang justru berharap agar penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 sebaiknya ditunda. Dua hasil survei terakhir yang dilakukan lembaga survei Charta Politika dan Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat ingin penyelenggaraan pilkada yang akan dilangsungkan di 270 daerah tersebut ditunda.

Mayoritas publik menilai Pilkada Serentak 2020 ini sebaiknya ditunda pelaksanaannya terkait situasi wabah yang melanda, demikian bunyi kesimpulan survei Indikator seperti dilansir Kompas.com dari publikasi resminya, Kamis (23/7/2020). Indikator melakukan survei opini publik terhadap 1.200 responden pada rentang 13-16 Juli 2020. Survei dilakukan dengan metode kontak telepon dengan margin of error 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dalam survei tersebut, Indikator mengajukan pertanyaan dalam situasi wabah virus corona hingga saat ini, menurut bapak/ibu apakah sebaiknya Pilkada Serentak 2020 ditunda pelaksanaannya atau tetap dilakukan di bulan Desember mendatang?

Hasilnya, mayoritas responden atau 63,1 persen di antaranya menyatakan agar sebaikanya penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 ditunda. Hanya 34,3 persen responden yang menyatakan agar sebaiknya pilkada serentak tetap dilaksanakan. Pada kelompok yang setuju pilkada serentak tetap dilaksanakan bulan Desember yang akan datang, mayoritas lebih menyukai pemilihan di TPS dan kegiatan kampanye terbuka sebagaimana biasanya, masing-masing 78 persen dan 61 persen. Survei Charta Politika Tak jauh berbeda, hasil survei Charta Politika menunjukkan 54,2 persen responden yang disurvei tidak setuju Pilkada Serentak 2020 tetap diselenggarakan. Survei dilakukan terhadap 2.000 responden dengan metode wawancara melalui telepon pada 6-12 Juli 2020. Tingkat kesalahan atau margin of error survei ini 2,19 persen dan quality control 20 persen dari total sampel. Mayoritas responden menyatakan tidak setuju bahwa pilkada serentak tetap diadakan pada tanggal 9 Desember 2020, 54,2 persen. Berdasarkan survei tersebut, hanya 31,8 persen responden yang menyatakan pilkada serentak tetap dilaksanakan. Sedangkan, 14,1 persen sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak jawab. Adapun mereka yang menyatakan setuju untuk tetap dilaksanakan, hanya 34,9 persen di antaranya yang menyatakan akan tetap datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Sementara, 10,2 persen memilih tidak datang ke TPS dan 55 persen lainnya memilih tidak tahu atau tidak menjawab

Tantangan Bagi KPU

KPU RI menyatakan bahwa Pilkada serentak 2020 tetap dilaksanakan pada Desember 2020. Bahkan, KPU telah merancang Pilkada 2020 dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di seluruh tahapan. Berbagai simulasi pun telah dilaksanakan untuk memastikan agar seluruh tahapan pemilu berlangsung lancar dan aman, serta tidak berpotensi menimbulkan klaster penyebaran baru.

Ada dua tantangan krusial yang menjadi ujian. Pertama, ujian kepercayaan publik terhadap penyelenggara dalam hal ini KPU. Kedua, ujian bagi pelaksanaan teknis pemilihan di masa krisis. Pertama, ujian Kepercayaan Publik. Fakta bahwa dalam pelaksanaan pemilu masih ada ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan pemilu yang jujur dan adil. Kurangnya ketidakpercayaan publik itu terutama terkait dengan integritas, kemampuan profesionalisme dan kapasitas penyelenggara pemilu.

Tantangan terkait dengan trust apakah KPU sebagai penyelenggara pilkada dapat melaksanakan pemilihan sesuai dengan standart pemilu yang bebas dan adil. Menciptakan pemilu berintegritas adalah bagaimana membangun penyelenggara pemilu yang independen, profesional, dan kompeten sehingga dipercaya publik. Rangkaian penyelenggaraan pemilu akan dipercaya rakyat dan peserta jika pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara yang tak hanya kompeten dan berkapasitas dalam bidang tugasnya, tetapi juga independen dan mengambil keputusan yang imparsial tak memihak. Penyelenggara pemilu dapat dikategorikan bertindak independen jika menyelenggarakan pemilu semata-mata berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode etik penyelenggara pemilu. Karena itu, kriteria pemilu adil dan berintegritas adalah penyelenggara pemilu yang profesional, independen, dan imparsial.

Kedua, ujian teknis pemilihan. Tantangan teknis di sini terkait dengan penganggaran pilkada, kampanye, sosialisasi dan pendidikan pemilih, pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi. Pertama, Kepastian anggaran. Penyelenggara pilkada dan pemerintah daerah perlu memastikan kembali anggaran pilkada. Pelaksanaan pemilihan di tengah pandemik Covid-19 perlu penghitungan anggaran yang matang dan cermat. Dihitung kembali apakah anggaran pilkada lebih murah atau justru anggaran pilkadanya lebih mahal. Kedua, kampanye, mendesain kampanye dengan metode digital. KPU mengatur kampanye tidak dilakukan dengan metode konvensional seperti rapat umum, tatap muka, pertemuan terbatas yang melibatkan kerumunan massa yang lebih besar. Memperpanjang waktu metode iklan kampanye di media massa, elektronik tidak saja 14 (empat belas hari) sebelum hari pemungutan suara, akan tetapi dimulai sejak kampanye dilaksanakan.Ketiga, pemungutan dan penghitungan suara. KPU perlu mengatur adanya sistem pemungutan suara lebih awal sebelum hari pemungutan suara. Sebagaimana di negara-negara yang sudah melaksanakan sistem ini seperti Korea Selatan yang baru saja melaksanakan pemilu. Jika pemungutan suara dilaksanakan 9 Desember, maka pemilih dapat memilih sejak 5-7 Desember. Pemilih bisa memilih di TPS dekat tempat tinggal meski dia terdaftar di TPS yang lain hal ini untuk menjaga adanya kerumunan massa. Pemilih yang dinyatakan sebagai ODP dan PDP memilih di akhir waktu sebelum TPS di tutup. Memastikan lingkungan TPS aman membuat jarak pemilih sesuai Protokol Covid-19. Membuat kode perilaku pemilih misalnya pemilih sebelum masuk TPS dilakukan pengukuran suhu badan menggunakan alat termometer sebelum masuk TPS, tidak sedang gangguan pernapasan, menggunakan sarung tangan, masker dan hand sanitizer serta disediakan pembuangan sarung tangan. Keempat, rekapitulasi hasil penghitungan suara.  KPU saat ini sedang mendesain agar bisa dilakukan secara e-Rekap. Kelima, sosialisasi dan pendidikan pemilih. KPU harus secara masif berkomunikasi dengan publik. Memanfaatkan teknologi digital, sosialisasi melalui Website, memanfaatkan media sosial, media massa dan elektronik. Membangun sistem pemilihan yang transparan dengan merangsang perhatian pemilih terhadap pemilihan.

KPU Koltim Terus Bekerja

Salah satu hal yang selalu menjadi perhatian KPU adalah proses pemutakhiran data; di tingkat KPUD Kabupaten pemutakhiran berlangsung mulai tanggal 15 Juni 2020 sampai di umumkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tanggal 28 Oktober sampai 6 Desember 2020.

Jika melihat pergerakan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Kolaka Timur sejak Pilkada pertama di gelar pada tahun 2015 memang naik turun. Jika pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015 berjumlah 83.225 pemilih maka dalam Pilgub 2018 berjumlah 78.143 pemilih dan DPT Pemilu 2019 berjumlah 80.997 pemilih dengan tingkat partisipasi 83,4%. Sementara itu, Daftar Penduduk Potensial pemilih (DP4) yang disampaikan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk pemilihan tahun 2020 berjumlah 90.232.

Apabila pemilu berakhir, proses pemutakhiran tetap berlanjut dengan koordinasi Kepada Dinas Kependudukan terkait pergerakan data penduduk (disebut pemutakhiran data berkelanjutan) walaupun prosesnya tidak sama ketika pemutakhiran data saat pemilu. Perlu di ingat prinsip pemutakhiran data adalah akurasi, komprehensif, inklusif, partisipatif, responsif, transparan, teknisnya data yang di hadirkan kemudian dilakukan coklit (pencocokan dan penelitian).

Dengan begitu, pada pemilu berikutnya; maka data pemilih kembali berproses sebagaimana mekanisme proses pemutukahiran data dari awal, sesuai regulasi pemutakhiran data yaitu pemerintah menyerahkan DP4 ke KPU RI untuk dilakukan sinkronisasi dengan daftar pemilu terakhir kemudian di teruskan ke KPU Provinsi/Kabupaten untuk dilakukan pemutakhiran data secara berjenjang dari kegiatan pencermatan KPU Kabupaten, proses coklit PPDP, penyusunan daftar pemilih oleh PPS, disampaikan kepada KPU Kabupaten melalui PPK sebagai dasar KPU Kabupaten menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) kemudian kembali diturunkan ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk di umumkan kepada publik setempat agar mendapat tanggapan dari semua pihak terkait apabila ada data yang masih tidak valid baik data keliru, pemilih sudah pindah domisili, meninggal dunia, beralih profesi menjadi TNI/Polri atau bahkan ada pemilih yang belum terdaftar sampai batas waktu yang di tentukan, oleh karenanya dilakukan perbaikan daftar pemilih sementara oleh PPS, yang kemudian disampaikan kembali oleh PPS kepada KPU Kabupaten melalui PPK untuk di tetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Apabila ada pihak yang menilai masalah kenaikan data pemilih yang tidak rasional, kita berharap agar tidak terlalu dini/prematur menilai bila dikatakan kenaikan atau bahkan penurunan data pemilih tidak rasional, mengingat pergerakan data kependudukan yang dinamis dalam arti ada yang meninggal, pindah domisili masuk atau keluar atau bisa jadi telah berumur 17 tahun dan sudah atau pernah kawin yang menjadi penyebab kenaikan atau penurunan jumlah pemilih, dan data-data tersebut tentunya diperoleh dari sumber yang kredibel, dan mengingat waktu dalam proses pemutakhiran sampai di umumkannya DPT akan dilakukan dalam waktu cukup lama atau kurang lebih 6 bulan dan dilakukan secara berjenjang ke bawah dan di faktualkan melalui kegiatan pencocokan dan penelitian data pemilih (COKLIT).

Pada tanggal 15 Juli sampai 13 Agustus 2020, Panitia Pemutakhiran Data Pemilih atau yang kita kenal dengan sebutan PPDP mulai melakukan kegiatan COKLIT atau pencocokan dan penelitian dari data pemilih hasil pencermatan KPU Kabupaten Kolaka Timur yang dituangkan dalam form A.Kwk sebagai bahan COKLIT PPDP berjumlah 101.472 pemilih yang tersebar di 12 Kecamatan Kabupaten Kolaka Timur, sampai saat ini PPDP masih berjibaku dengan door to door mendatangi warga bukan hal mudah melaksanakan tugas ditengah pandemi Covid-19 mempertaruhkan seluruh jiwa raga dan dengan segala tantangan baik medan yang berat (jalan rusak, berlumpur, pegunungan dan sungai) dan kondisi alam (hujan deras, banjir, longsor) harus dilalui dan dalam rangka menerapkan protocol covid agar tidak terjadi cluster baru serta dinamika lainnya dilapangan secara teknis dihadapi, namun semua itu karena komitmen yang tinggi untuk menyukseskan pesta demokrasi maka tidak menyurutkan kerja seluruh elemen penyelenggara pemilu di Kabupaten Kolaka Timur karena mereka paham betul khususnya dengan suksesnya data pemilih yang baik bukan tidak mungkin tahapan selanjutnya seperti sosialisasi pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi bisa berjalan dengan baik.

Kita semua berharap proses pemutakhiran data ini dapat berjalan dengan baik dalam rangka menghasilkan data pemilih yang akurat dan melindungi hak konstitusi seluruh masyarakat Kolaka Timur untuk di masukan dalam daftar pemilih, karena baik KPU Kabupaten bersama penyelenggara di tingkat bawah PPK dan PPS terus melakukan koordinasi dan monitoring kepada PPDP terkait pelaksanaan kegiatan COKLIT tersebut, dan koordinasi penyelenggara kepada seluruh stakholder terkait baik pemerintah sampai pada Kecamatan, Desa/Lurah, RT/sebutan lain, penyelenggara pengawas baik Bawaslu, Panwas di tingkat Kecamatan sampai Desa/Kelurahan, demi memastikan kerja-kerja pemutakhiran data ini dapat berjalan secara transparan, akuntabel, berintegritas dan profesional.

Strategi Pelaksanaan Tahapan Pilkada

Komisi Pemilhan Umum (KPU RI) sudah mengeluarkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah di masa pandemi. Peraturan tersebut mengatur seluruh tahapan yang harus mematuhi standar protokol kesehatan.  Ada banyak penyesuaian dari penyelenggara, misalnya rapat pleno terbuka hanya dihadiri pihak terkait dan disiarkan via medsos, agar masyarakat bisa menyaksikan. Kampanye juga ada penyesuaian, agar tidak menghadirkan kerumunan massa. Lebih memanfaatkan teknologi informasi. Debat pasangan calon juga digelar dengan menyesuaikan situasi

KPU Kolaka Timur menghimbau masyarakat tidak perlu takut melakukan pencoblosan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kolaka Timur pada 9 Desember 2020 sebab Tempat Pemungutan Suara (TPS) akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dibantu oleh KPPS dan aparat kepolisian. Ada kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa pemilih tidak akan datang ke TPS, untuk itu, KPUD Kolaka Timur akan memberikan tutorial supaya masyarakat paham dan tetap dalam kondisi aman saat berada di TPS.

Untuk pemilih, saat berada di TPS harus menggunakan masker dan KPPS juga  akan memberikan sarung tangan dan menerapkan jaga jarak sehingga masyarakat bila bersentuhan dengan benda-benda di sekitar TPS bisa terlindungi. Untuk KPPS dan petugas lainnya juga dibekali masker dan face shield. Sebelum melaksanakan tugas akan rapid test terlebih dahulu. Kemudian juga alat coblos surat suara setiap kali pemakaian akan disemprot dengan disinfektan. ***

  • Bagikan