SULTRAKINI.COM: KENDARI – Menenun salah satu rutinitas sejumlah masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara. Tidak heran, aktivitas pelestarian budaya ini diwariskan secara turun-temurun. Salah satunya Desa Masalili di Kabupaten Muna.
Saat mendengar Tenuna Masalili, tentu itu adalah tenunan khas masyarakat Desa Masalili karena hampir setiap rumah menghasilkan kain tenunan.
Kekhasan tenunan Masalili rupanya menarik perhatian desainer Wignyo Rahadi. Kata dia, masyarakat Muna mempercayai bahwa menenun harus dengan jiwa bersih dan tenang. Jika tidak, penenun kesulitan merangkai motif hingga tingkat kesulitan tertentu. Menenun juga memiliki filosofi.
“Tenun Masalili ini identik dengan motif garis-garis dan warna terang, seperti kuning, biru, hijau, dan ungu,” ujar Wignyo Rahardi, Selasa (21/5/2019).
Di tangan Wignyo, tenunan Masalili semakin elegan dengan sentungan tertentu tanpa menghilangkan kekhasan dari etnunan itu sendiri. Hasil rancangannya pun dipamerkan dalam sebuah fashion show bertemakan Re-Masalili odigelar oleh BI Sultra.
(Baca: Tenun Tradisional Masalili Muna Terus Dikembangkan)
“Ragam motif tenun yang digunakan dalam fashion show ini adalah motif Kaholeno Ghunteli dan Panino Toghe, yaitu motif tenun yang biasa dipakai masyarakat umum untuk aktivitas keseharian, motif Bhia Bhia yang kerap dipakai perempuan yang belum menikah, motif Dhalima yang umumnya dipakai kalangan bangsawan untuk upacara adat perkawinan,” jelasnya.
Koleksi Re-Masalili dikembangkan dari inspirasi gaya busana Retro dengan menonjolkan permainan cutting yang bervolume, seperti model lengan setali, celana harem, rok draperi, dan dress aksen tumpuk, dilengkapi hijab model capuchon.
“Tenun Masalili dikombinasi tenun Lurik dan tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) corak Sobi dan Bintik yang menjadi ciri khasnya, sehingga ATBM produksi Tenun Gaya yang menjadi brandnya,” tambahnya.
Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini ido