Menyambut PTM Terbatas, Memahami Risiko Covid-19 pada Anak

  • Bagikan
Uji coba pembelajaran tatap muka di salah satu sekolah di Indonesia. Foto: Tirto/Antara.
Uji coba pembelajaran tatap muka di salah satu sekolah di Indonesia. Foto: Tirto/Antara.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di masa pandemi Covid-19 akan segera dimulai, seiring dengan keluarnya panduan teknis bagi sekolah yang dikeluarkan oleh Kemendikbud-Ristek dan Kemenag. Namun di sisi lain, sejumlah riset menunjukan bagaimana risiko Covid-19 pada anak-anak usia sekolah. Perlu waspada, tentunya.

SULTRAKINI.COM: Pemeritah mulai membuka “kelonggaran” sekolah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) bersama Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan pedoman teknis pagi sekolah-sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di masa pandemi Covid-19.

Sekolah-sekolah di Provinsi Sulawesi  Tenggara pun telah menyambut kesiapan PTM terbatas itu. Bahkan jauh sebelumnya, sebanyak 90 persen sekolah di daerah ini telah siap menyambut PTM terbatas tersebut.

Antusiasme tersebut dapat dimaklumi mengingat sudah kurang lebih setahun pembelajaran berlangsung di rumah masing-masing, dilakukan secara online alias daring (dalam jaringan).

Mendikbud-ristek Nadiem Anwar Makarim pun memahami kekhawatiran yang dirasakan para pendidik dan orang tua terutama terkait kesehatan dan keselamatan. Namun, juga terdapat berbagai risiko dan dampak jangka panjang terutama bagi para peserta didik jika PTM terbatas tidak dilaksanakan.

“Kami memahami keinginan dari para pelajar agar PTM segera dimulai. Ini menunjukkan masih cukup banyak sekolah yang belum memberikan opsi PTM terbatas,” katanya di Jakarta, Kamis (3 Juni 2021) lalu.

Oleh karena itu disarankan kepada satuan pendidikan yang berada di zona hijau serta guru dan tenaga pendidiknya sudah divaksin untuk segera melaksanakan PTM terbatas.

Sebab masa depan Indonesia sangat bergantung pada SDM-nya sehingga tidak ada tawar-menawar untuk pendidikan, terlepas dari situasi yang dihadapi.

“Dengan semua pertimbangan itulah kami mengupayakan agar pendidik dan tenaga kependidikan menjadi prioritas penerima vaksinasi Covid-19,” kata Nadiem.

Nadiem berharap dalam melaksanakan PTM terbatas, panduan yang diterbitkan berdasarkan SKB empat menteri itu dapat disesuaikan dan dikembangkan berdasarkan kondisi sekolah pada daerah masing-masing.

Di sisi lain pelaksanaan PTM terbatas itu harus ekstra waspada, sebab risiko tertular Covid-19 pada anak-anak masih sangat rawan dan berisiko tinggi. Lihatlah hasil studi yang dilakukan tim Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta yang menemukan bahwa pasien anak yang terinfeksi Covid-19 berisiko fatalitas tinggi.

Penelitian yang dilakukan pada periode Maret-Oktober 2020 terhadap 490 orang pasien anak yang dirawat karena Covid-19 menyebutkan bahwa 40 persen di antaranya memiliki tingkat fatalitas tinggi.

“Sebagian besar pasien anak yang meninggal memiliki komorbid. Umumnya memiliki lebih dari satu komorbid. Kebanyakan yang dominan adalah pasien dengan gagal ginjal, kemudian pasien dengan keganasan,” ujar Dr. dr. Rismala Dewi, SpA, peneliti utama riset pada jumpa pers, Jumat (4 Juni 2021).

Prof. Cissy Kartasasmita, Sp.A (K), M.Sc, Guru Besar FK Unpad dan dokter spesialis anak dalam kesempatan terpisah (Sabtu, 5 Juni 2021) mengatakan menurut referensi jurnal medis terpercaya yang ada, risiko anak untuk terinfeksi dan sakit akibat Covid-19 sangat rendah. Kalaupun tertular tidak bergejala ataupun pada umumnya ringan.

Meski begitu, Prof. Cissy menyebutkan bahwa tidak menutup kemungkinan kalau pasien anak ada yang bergejala berat, masuk ICU, hingga sampai meninggal dunia akibat Covid-19.

“Biasanya karena memiliki penyakit lain sebelumnya seperti komorbid atau kurang gizi. Fatalitas di negara lain sebenarnya cukup rendah meski dalam hasil studi di Indonesia kita tinggi,” ujarnya.

Pernyataan Prof. Cissy ini mengacu salah satunya pada jurnal medis berjudul Children and Adolescents With SARS-CoV-2 Infection, menunjukkan bahwa saat terinfeksi Covid-19, anak-anak tidak menunjukkan gejala (asymptomatic) atau bergejala ringan. Jurnal tersebut menunjukkan dari 203 orang pasien anak yang tertular Covid-19, ada 54,7 persen tidak memperlihatkan gejala, hanya 26,1 persen saja yang perlu perawatan akibat Covid-19, dan yang paling banyak dirawat adalah bayi berusia kurang dari satu tahun yaitu 19,5 persen dari total kasus.

Hal lain yang penting untuk diketahui dari penelitian ini adalah orang dewasa berperan krusial dalam penularan virus ini kepada anak-anak, sementara anak-anak menularkan ke sesamanya dalam level yang moderat.

Kecenderungan level penularan yang tinggi juga tergantung dari usia mereka. Jurnal medis lain dari RSUD Mataram, NTB dengan judul Characteristics and Outcomes of Children with Covid-19 in West Nusa Tenggara Province, Indonesia yang menyebutkan bahwa fatalitas kasus Covid-19 pada anak karena terlambatnya datang ke pelayanan kesehatan, adanya penyakit lain, dan akses ke pelayanan kesehatan yang sulit.

Meski data-data menunjukkan kasus Covid-19 pada anak biasanya tidak bergejala, orang tua perlu terus menjaga anak-anak mereka agar tidak tertular Covid-19. Khawatirnya apabila anak-anak dengan penyakit penyerta, seperti jantung, ginjal, TBC, asma, memperburuk kondisinya apabila tertular Covid-19.

“Protokol kesehatan harus dijalankan dengan ketat untuk menjaga anak-anak tidak tertular Covid-19. Orang tua harus berperan dengan mengajarkan anak-anak mereka cara menjaga diri dengan baik.

Perlu diberikan contoh seperti, tidak dibawa ke kerumunan seperti ke pusat perbelanjaan, piknik, atau ke restoran yang banyak orangnya,” jelas Prof. Cissy.

Selain itu Prof. Cissy menekankan agar terus mempertahankan daya tahan tubuh anak-anak dengan mencukupi kebutuhan makanan bergizi seimbang, minum air putih yang cukup, istirahat yang cukup, olahraga secara teratur dan cek serta lengkapi imunisasinya.

“Kalau perlu siapkan jadwal kegiatan harian untuk anak usia sekolah dasar. Kalau sudah remaja, kontrol dan tanyakan kegiatan hariannya, ini penting untuk mempersiapkan mereka saat nanti pembelajaran tatap muka dibuka kembali, agar disiplin protokol kesehatan dari rumah sampai sekolah nanti,” tutup Prof. Cissy.

Pemahaman seperti diungkapkan tersebut hendaknya dimengerti oleh tenaga pendidik dan juga orang tua siswa.

Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Dikmudora) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Makmur,  menjelaskan semua sekolah di Kendari baik SD maupun SMP sudah dapat mempersiapkan diri untuk melaksanakan PTM, mulai dari protokol kesehatan, teknik pembelajaran, pengaturan peserta didik, termasuk surat izin dari orang tua siswa.

Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan satgas Covid-19. “Tinggal menunggu rekomendasi dari pemerintah dan Satgas Covid-19,” kata Makmur di Kendari, Jumat (4 Juni 2021).

Secara teknis kelas pun akan diatur tidak lebih dari 20 orang setiap pertemuan. Sementara bagi orang tua yang masih ragu, boleh tidak mengizinkan anaknya masuk belajar tatap muka. Sekolah akan menyiapkan alternatif lain berupa pembelajaran lewat online.

Di lingkungan pemeritah Kota Kendari telah melakukan uji coba belajar tatap muka pada tiga sekolah, yakni dua di SMP negeri dan satu SMP swasta (SMPN 19, SMPN 12, dan SMPS Frater).

Kesiapan serupa juga terlihat di tingkat SMA. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, Asrun Lio menjelaskan secara keseluruhan mereka sudah menyatakan kesiapannya.

“Secara keseluruhan sekitar 90 persen sekolah di Sultra sudah menyatakan kesiapannya untuk PTM. Bahkan pihak sekolah juga telah melakukan simulai melalui video yang memperlihatkan kesiapan mereka dalam menerapkan protokol kesehatan,” jelas Asrun Lio seperti dikutip Kantor Berita Antara.

Menurut Asrun, sekolah yang pernah mengusulkan tatap muka itu diantaranya berasal dari Kota Baubau, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, dan Bombana.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra juga telah melakukan vaksinasi bagi guru-guru sekolah yang ada, dan ditargetkan sebanyak 70 persen dari semua guru akan selesai divaksin pada Juni 2021.

Secara nasional dilaporkan sebanyak 20 persen sekolah di Indonesia telah melakukan sekolah tatap muka secara terbatas, terutama di daerah yang dikategorikan sebagai zona hijau.

Sekolah tatap muka terbatas tersebut dilakukan di seluruh Indonesia seiring dengan peningkatan vaksinasi untuk guru. Namun demikian harus tetap memperhatian ketentuan-ketentuan seperti sekolah harus harus menyiapkan fasilitas dan peraturan teknis agar tidak terjadi penularan.

Persiapan ini bisa dilakukan melalui Fleksibilitas dana BOS dapat dialokasikan untuk melengkapi keperluan sekolah yang berkaitan dengan protokol kesehatan, seperti masker, sabun cuci tangan, tes Covid-19 secara berkala, layanan antar jemput, dan berbagai kelengkapan penunjang lainnya.

Editor: M Djufri Rachim

  • Bagikan