DPRD Wakatobi: Bupati Langgar Tiga Norma

  • Bagikan
Ketua fraksi Golkar, Muhammad Ali. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – DPRD Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara menyoroti pengangkatan Safiun sebagai Lurah Patipelong di Kecamatan Tomia Timur. Hal ini diperjelas dengan munculnya Surat Keputusan Bupati Wakatobi Nomor 220 Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan ASN lingkup Pemda Wakatobi tanggal 17 Januari 2022.

Safiun diketahui diaduhkan istrinya ke Bupati Wakatobi Haliana karena disebut-sebut nikah siri bahkan tanpa izin sang istri. Kasus tersebut masih berproses, namun anehnya Bupati Wakatobi mengangkat Safiun sebagai Lurah Patipelong.

Ketua fraksi Golkar Muhammad Ali menyayangkan sikap Bupati Wakatobi. Apalagi dirinya mendisposisikan ke Sekda dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Wakatobi agar kasus tersebut diproses, namun surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai lurah diterbitkan. Idealnya, kata dia, Bupati tidak mempromosikan Safiun ke jabatan sekarang ini agar yang bersangkutan fokus pada kasus tersebut.

Dalam kasus Safiun, lanjut Ali, terdapat tiga pelanggaran dilakukan oleh Bupati Wakatobi, yaitu norma sosial, norma budaya, dan disiplin kode etik atau tindakan melawan konstitusi.

Melanggar norma sosial artinya ketika Safiun tidak diberi sanksi atau dipecat, berarti sama artinya Bupati Wakatobi memberikan isyarat kepada ASN untuk nikah lagi walaupun tanpa izin istri sahnya.

“Kalau ini yang dikehendaki oleh Wakatobi, sentosa, maka silahkan saja,” ujarnya.

Melanggar norma budaya artinya, Bupati Wakatobi melakukan penghancuran terhadap kebudayaan Wakatobi secara sistimatik dan terstruktur karena disajikan dalam bentuk SK Bupati Nomor 220 itu yang memiliki dasar yuridis karena budaya di Wakatobi tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh Safiun.

“Sungguh penghormatan terhadap perempuan di Wakatobi, betul-betul diruntukan. Padahal penempatan perempuan dalam norma di Indonesia sangatlah tinggi,” tambahnya.

Muhammad Ali menegaskan, pelanggaran disiplin kode etik atau tindakan melawan konstitusi oleh Bupati Wakatobi ini bisa lakukan pemecatan. “Dengan terbitnya SK 220 ini bentuk penegasan kedua Bupati melawan konstitusi,” sambungnya.

Dirinya meminta penjelasan Bupati Wakatobi terkait norma baru yang diterapkan terkait memperbolehkan nikah siri tanpa izin istri pertama, bahkan diangkat sebagai lurah apakah bagian dari program Wakatobi sentosa agar dijadikan materi sosialisasi Perda oleh DPRD Wakatobi.

Menyahuti hal itu, Sekda Wakatobi La Jumadin menyebut setelah aduan masuk Bupati Wakatobi langsung mendisposisikan ke dirinya agar diproses sesuai peraturan yang berlaku, sehingga dirinyapun langsung menyampaikan kepada Kepala BKPSDM untuk diproses.

“Apa yang dibilang sama pak Ali itu benar, bahwa ASN yang melakukan tindakan itu harus dipecat dan harus di ‘kat’ dari SK-nya,” ungkapnya.

Ia menambahkan, harusnya dilakukan pembinaan khusus namun dengan diterbitkan SK 220 ini dirinya akan melapor persoalan tersebut ke Bupati Wakatobi, Haliana.

“Memang harus ada yang perlu kita benahi secara internal, sehingga seluruh produk aturan itu sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi,” ujar La Jumadin.

Perkawinan siri merupakan tindakan yang bertentangan dengan UU Nomor 1 /1974 tentang perkawinan, atau secara jelas melanggar ketentuan PP 45 Tahun 1990 sebagai pengganti PP 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan izin perceraian bagi PNS.

Selanjutnya secara normatif diatur dengan adanya pernikahan siri di kalangan PNS sebagaimana diatur dalam Pasal 15 PP 45 Tahun1990, menyebutkan bahwa PNS yang melakukan hidup bersama dengan wanita lain atau pria sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah dan setelah ditegur atasannya masih terus melakukannya dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan tidak hormat.

Terkait persoalan di atas, DPRD Wakatobi dalam waktu dekat akan melakukan konsultasi ke KASN agar langkah yang diambil tidak melanggar aturan. (B)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan