Penyakit TBC di Muna Masih Mengancam, 2030 Ditargetkan Sudah Zero

  • Bagikan
Konsolidasi penyatuan gagasan tim TB Muna, (Foto: LM Nur Alim/SULTRAKINI.COM)
Konsolidasi penyatuan gagasan tim TB Muna, (Foto: LM Nur Alim/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: MUNA – Pemerintah Kabupaten Muna memiliki target sampai dengan tahun 2030, penyakit menular Tuberkulosis (TBC) tidak ada penderita atau zero positif.

Penyakit TBC masih menjadi masalah global dan nasional yang mematikan, begitu juga di Kabupaten Muna. Setiap tahunnya ditemukan positif TBC bahkan sampai dengan merenggut nyawa.

Saat ini penyakit TBC ini masih menjadi penyakit yang menakutkan dan harus dihindari. Maka bila ada gejala batuk disertai lendir dan darah segara melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit (RS) atau puskesmas, supaya diketahui, apakah TBC atau bukan agar segera diobati.

Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh IU Konsorsium Komunitas Penabula-STPI Kabupaten Muna, Sekertaris Dinas Kesehatan Muna, Samudra Taufik melalui Kasie P2N La Ode Arifin Kase mengatakan, untuk tahun 2021 penyakit positif TBC sebanyak 165 orang dan semua sudah mengalami pengobatan, sebagian sudah sembuh. Sementara tahun 2020 sebanyak 80 orang, 2019 dan 2018 dikisaran angka 800 penderita TBC.

“Laporan TBC yang masuk di Dinkes pertriwulan, jadi untuk tahun 2022 untuk bulan Januari sampai Maret sudah ada laporannya sebanyak 21 orang dan semua dalam pengobatan,” kata Arifin saat mengikuti kegiatan yang diadakan IU Konsorsium Komunitas Penabula-STPI Kabupaten Muna disalah satu rumah makan di Kota Raha, Selasa (29 Maret 2022).

Dia melanjutkan, untuk mengeliminasi TBC tahun 2030, punya program yang dirangkaikan dalam memperingati hari TBC Sedunia, yakni investigasi kontak TBC yang akan dilaksanakan disetiap Puskesmas yang ada di Muna.

“Kita akan melakukan pemeriksaan di komunitas masyarakat. Kita akan melakukan pengambilan spesimen untuk di rutan kelas II B Raha dan beberapa pesantren yang tersebar di Muna,” ungkapnya.

Menurutnya, Muna masih terancam dengan masih ditemukannya setiap tahun positif TBC, ditambah lagi belum ada yang melakukan investigasi kontak erat dengan si pasien penderita.

“Kita berharap melalui Puskesmas, penyakit TBC kita sudah identifikasi ditahun 2022. Mana penderita dan mana kontak erat saja, semua sudah terindentifikasi dan tepat kita akan mengambil langkah-langkah pengobatan,” ujarnya.

Dia menyampaikan, bahwa fasilitas untuk menjalankan pengobatan TBC, sudah memadai. Hanya yang perlu, bagaimana kita meningkatkan kesadaran masyarakat dengan bahaya penyakit TBC, agar orang yang memiliki gejala, segera melapor di setiap Puskesmas dan Rumah sakit untuk diperiksa.

Dalam pertemuan itu juga, dokter ahli anak RSUD Muna, Gita Novalina menyampaikan bahwa gejala TBC pada anak bukan dari batuk, justru biasanya datang dengan berat badan yang tidak naik-naik atau penurunan berat badan, kemudian demam lebih dari dua minggu.

“Untuk di Muna TBC pada anak cukup tinggi, dari 10 penderita TBC pada orang dewasa satu diantaranya adalah anak. Anak biasanya jarang menularkan, kecuali anak yang sudah mengijak umur 15 tahun keatas, artinya sudah bisa batuk,” ucapnya.

Ia menyanpaikan, ketika anak positif TBC, maka ada sumber TBC juga disekitarnya. Apakah kontak serumah atau kontak erat.

Dirinya menyatakan, TBC bukan penyakit memalukan dan bukan penyakit keturunan akan tetapi penyakit menular. Semua penyakit menular pasti bisa disembuhkan.

Masih kata dia, bahwa ketika batuk, perlu menerapkan etika batuk, menutup dengan tangan atau siku bagian dalam dan memakai masker sejalan dengan era pandemi Covid-19.

“Saya biasanya setiap tahun menangani 10 kasus TBC terhadap anak yang sampai dirumah sakit. Kasus meninggal dirumah sakit tiadak ada tapi meninggal dirumah, kami diinfokan ada,” katanya.

Dokter ahli dalam RSUD Muna, Rasdiana menyatakan, dalam pemeriksaan pasien TBC masih ada hambatan, hanya mengandalkan foto torap dan pemberian obat TBC paru yang tersedia di RS.

“Masih ada alat yang belum ada, tapi sudah dikomunikasikan dengan piham RS dan sudah ada solusi, mudah-mudahan alatnya bisa diadakan sehingga pemeriksaan TBC bisa berjalan dengan baik,” ucapnya.

Ia juga mengatakan, sudah banyak  menangani pasien TBC di RS dan ada pula yang meninggal akibat gejala TBCnya sudah parah.

Usai pertemua konsolidasi penyatuan gagasan penanganan TBC, Koordinator IU Konsorsium Komunitas Penabula-STPI Kabupaten Muna selaku fasilitator pertemuan, Rusman Salwa menyampaikan, kita akan selalu melakukan koordinasi dengan para pihak yang hadir untuk mengambil langkah penurunan angka TBC, terutama pada Dinkes Muna.

Ada beberapa agenda yang akan dilakukan IU Konsorsium Komunitas Penabula-STPI Kabupaten Muna, pertama akan melakukan koordinasi dengan DPRD Muna terkait dengan pembahasan Perda TBC sehingga menjadi payung hukum di Muna.

Kedua, akan bergerak menemukan kontak pasien TBC dengan menggunakan kader, yang nantinya akan dirujuk ke RS karena labnya mulai aktif untuk dilakukan pemeriksaan.

“Kami optimistis eliminasi TBC 2030, bismillah,” kata Salwa dengan rasa penuh optimis. (B)

Laporan: LM Nur Alim
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan