Tragedi Memilukan, Nelayan Tak Berdaya Dihadapkan Peluru Oknum Polairud

  • Bagikan
Nelayan korban penembakan oknum Polairud di Sulawesi Tenggara. Foto: IST
Nelayan korban penembakan oknum Polairud di Sulawesi Tenggara. Foto: IST

SULTRAKINI.COM: Bidang Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) meningkatkan tindakan hukum terhadap kasus penembakan nelayan di Desa Cempedak, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, dengan menahan dua anggota Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Dit Polairud). Bripka RP dan Bripka AR, kedua anggota tersebut, kini berada di bawah pengawasan intensif terkait insiden yang terjadi pada 24 November 2023.

Kombes Pol Moch Shaleh, Kabid Propam Polda Sultra, mengumumkan penahanan Bripka R pada konferensi pers di Mako Polda Sultra.

“Kami telah melakukan penahanan khusus terhadap Bripka R dan Bripka A, sebagai bagian dari proses hukum yang kami percepat,” ujar Shaleh.

Proses ini melibatkan pemeriksaan detail terhadap SOP yang dilakukan oleh oknum personel Dit Polairud dalam penangkapan para nelayan yang dituding menggunakan bahan peledak.

Kasus ini telah menarik perhatian nasional, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang mendesak proses hukum yang terbuka dan independen.

“Kami mendesak adanya penyelidikan mendalam terkait dugaan pelanggaran HAM dalam kasus ini,” kata Andi Muhammad Rezaldy dari Kontras.

Tragedi ini bermula saat Maco (39), Putra (17), Ilham (17) alias Allu, dan Juswa alias Ucok (23), nelayan asal Laonti, ditembak oleh personel Polairud Polda Sultra saat berada di laut. Maco meninggal akibat luka tembak di dada dan luka sayatan, sementara Putra meninggal setelah menjalani operasi di RS Bhayangkara Kendari. Juswa dan Ilham masih menjalani perawatan.

Menurut laporan, kapal yang ditumpangi para nelayan ini diadang oleh tiga anggota Polairud yang sedang berpatroli menggunakan kapal jolor. Bripka RP dan Bripka AR, yang melakukan patroli dalam pakaian preman dan membawa senjata api laras panjang, menghentikan kapal nelayan yang diduga menggunakan bahan peledak atau bom ikan. Konfrontasi berujung pada penembakan yang memakan korban jiwa.

Maco meninggal karena luka tembak di leher, sementara Juswan, Putra, dan Ilham mengalami luka tembak serius. Ketiga korban berhasil melompat ke laut dan menyelamatkan diri, kemudian dievakuasi ke fasilitas kesehatan terdekat. Jenazah Maco ditemukan mengapung oleh nelayan lain dan dievakuasi.

Kepala Desa Cempedak, Sapirudin, membenarkan insiden tersebut. Sementara itu, Kombes Pol Faisal Florentinus Napitupulu, Dir Polairud Polda Sultra, menyatakan bahwa insiden ini masih diselidiki, termasuk alasan anggota polisi menembak.

Kasus ini telah menarik perhatian publik dan sedang diinvestigasi oleh Propam Polda Sultra. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penembakan nelayan ini.

Keluarga korban menolak tuduhan bahwa nelayan tersebut melakukan pengeboman ikan, mengklaim mereka hanya memancing untuk mencari nafkah.

Kasus ini berada di bawah pengawasan ketat Propam Polda Sultra, dengan penahanan dan pemeriksaan lebih lanjut terhadap anggota yang terlibat. Kombes Mochammad Saleh, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sultra, menegaskan komitmen mereka terhadap penyelesaian kasus ini secara terbuka dan transparan, dengan konsekuensi pemberhentian tidak dengan hormat bagi yang terbukti melanggar.

Laporan: Frirac

  • Bagikan