Kalau saja benar ada uang 2 miliar rupiah digunakan unsur pimpinan DPRD Provinsi Sultra di 2020 untuk kegiatan makan dan minum, tentu luar biasa. Kejanggalan pertama adalah, tahun 2020 adalah tahun pertama pandemi Covid-19, dimana seluruh aktivitas dilakukan dengan konsep Work From Home (WFH) atau virtual. Ketentuan itu berlaku menyeluruh, termasuk anak sekolah. Benarkah dalam situasi WFH ada penggunaan anggaran makan minum yang begitu besar?
Besar? Iya besar. Jika hanya untuk unsur pimpinan, seperti pernah disebutkan mantan Sekwan DPRD Sultra, Tri Prasetio Prahasto (dia membantah angka 2 miliar, tapi yang benar menurutnya 1,2 miliar). Jumlah Rp 2 miliar itu jika dibagi dalam satuan minggu saja, dengan asumsi pimpinan DPRD terus bekerja di kantor, akan ditemukan angka 52 minggu dalam setahun. Artinya, setiap minggu makan dan minum 4 orang ini saja jumlahnya Rp 38,4 juta lebih. Makan dan minum seperti apa ya? Silakan bayangkan saja sendiri.
Makan minum sebenarnya sepele, sah-sah saja berapapun uang yang mau dihabiskan para pimpinan dewan yang terhormat itu, toh salah satu tugas dan hak mereka adalah menentukan anggaran. Masalahnya adalah kalau saja itu benar, dimana Sence of Crisis mereka? Di tengah pandemi ternyata mereka berkantor selama setahun. Berarti mereka tidak mematuhi anjuran pemerintah pusat untuk melakukan WFH dan prosedur kesehatan lainnya.
Aroma masalah mulai kelihatan dalam cerita Rp 2 miliar. Polisi sudah menerima laporan dari seseorang yang disebut berisinial S, lalu Sekwan DPRD Sultra Trio Prasetyo Prahasto tiba-tiba dipindahtugaskan. Apakah Trio keliru merespon masalah ini sehingga dipandang tidak cakap lagi memangku jabatan itu?
“Bola panas” uang Rp 2 miliar ini mulai digulirkan. Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Sultra, Zanuriah mengarahkan media untuk mengkonfirmasi dugaan keterkaitan pencopotan jabatan Trio dengan kasus laporan yang tengah dalam proses penyelidikan di Polda Sultra, justru ke Sekda Sultra.
“Hubungan apa dulu. Kalau kasus, saya juga nda bisa informasikan lewat media. Nanti konfirmasi ke Sekda ya,” elaknya usai melantik beberapa pejabat 6 April 2021.
Uniknya, salah seorang Wakil Ketua DPRD Sultra, Jumarding memberikan respon mendorong penyidik Polda Sultra untuk mengusut tuntas masalah ini. Alasannya sederhana, untuk menjaga nama baik institusinya yang terhormat. Menurut Jumarding, bisa saja pelakunya hanya 1 atau 2 orang, tapi bisa merusak cita lembaga legislatif jika dibiarkan. “Kita harus support dan dukung Polda Sultra untuk segera mengungkap dan menyelesaikan kasus ini, karena masyarakat sedang menunggu kasus tersebut,” ujarnya.
Bahkan Jumarding lembaga-lembaga lainnya ikut memberikan perhatian atas dugaan kasus ini. Dia meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sultra untuk segera melakukan audit terhadap anggaran di Sekretariat DPRD Sultra. Mantap kan?
Bagaimana unsur pimpinan DPRD Sultra lainnya? Apakah mendukung langkah Jumarding? Sayangnya belum terdengar sama sekali, meski hanya sayup-sayup sekalipun.
Tapi tidak perlulah menunggu apalagi mempersoalkan bagaimana sikap pimpinan DPRD Sultra lainnya itu, toh berbeda pendapat adalah keniscayaan bagi mereka yang menghuni rumah rakyat itu.
Lebih menarik mencermati sikap Jumarding yang justru mendorong penuntasan tudingan makan minum gelap ini. Seandainya unsur pimpinan DPRD Sultra ini adalah Majelis Hakim, sikapnya disebut Dissenting Opinion. Dalam arti sesungguhnya, Disseting Opinion menurut Black Law Dictionary 9th Edition, adalah An opinion by one or more judges who disagree with the decision reached by the majority—often shortened to dissent—also termed minority opinion. Terjemahan bebasnya dalam Bahasa Indonesia kira-kira begini: pendapat dari satu atau lebih hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang dicapai oleh mayoritas.
Sikap positif Jumarding patut diapresiasi, karena publik berpihak pada upaya-upaya penegakan hukum yang transparan. Wakil Ketua DPRD Sultra ini juga jelas ada di dalam arus kuat publik Sultra yang ingin melawan kejahatan dan menentang aksi-aksi pembobol anggaran yang mungkin tidak akan lama lagi segera terungkap. Tidak ada kejahatan yang sempurna, karena pasti akan meninggalkan jejak. Begitu pepatah lama mengingatkan para pelaku kejahatan.
Penulis: AS Amir