Kepala DKP Wakatobi Abaikan Klarifikasi Bawaslu soal Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN

  • Bagikan
Ilustrasi
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: Saoruddin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Wakatobi, tidak memenuhi undangan Bawaslu untuk sesi klarifikasi terkait dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Pertemuan ini, yang dijadwalkan pada pukul 16.00 WITA hari Selasa (12/12/2023), merupakan bagian dari penyelidikan Bawaslu Kabupaten Wakatobi mengenai tindakan Saoruddin.

Bawaslu telah menetapkan jadwal pemanggilan kedua pada 13 Desember 2023. Asyary Suyanto, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Wakatobi, menyatakan bahwa batas maksimal undangan klarifikasi adalah dua kali. Jika Saoruddin kembali absen, proses penyelidikan akan tetap berlanjut.

Selain pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu juga sedang menelaah dugaan pelanggaran Undang-Undang Tindak Pidana Pemilu. Pasal-pasal yang disangkakan meliputi Pasal 280 ayat 3 dan 4, Pasal 282, serta Pasal 283 dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, termasuk Pasal 547 terkait tindak pidana Pemilu. Kajian lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran ini akan dilakukan oleh Gakumdu.

Kasus ini bermula ketika pada tanggal 6 Desember 2023, sekelompok aktivis yang dipimpin oleh Yayan Serah, dengan saksi Satriaddin dan La Ode Muhammad Alfi, melaporkan Saoruddin atas dugaan pelanggaran netralitas ASN. Mereka menyertakan bukti video berdurasi 3 menit 2 detik dimana Saoruddin memperkenalkan Sudirman A. Hamid, calon anggota DPRD Provinsi Sultra dari PDIP, kepada hadirin dalam acara penyerahan bantuan kepada nelayan, sembako murah, dan beasiswa.

Dalam video tersebut, Saoruddin terlihat menyebutkan nomor urut Sudirman A. Hamid, serta memintanya untuk berdiri, sehingga memudahkan pengenalan kepada masyarakat yang hadir.

Netralitas ASN adalah prinsip penting yang harus dijaga untuk memastikan bahwa layanan publik dan administrasi pemerintahan berjalan tanpa bias politik dan menjaga kepercayaan publik terhadap integritas institusi pemerintahan.

Menurut peraturan yang berlaku, ASN harus memisahkan diri dari kegiatan politik praktis, termasuk kampanye atau dukungan terbuka terhadap calon tertentu dalam pemilu.

Tindakan seperti mempromosikan calon legislatif tertentu, terutama saat mengenakan seragam dinas atau dalam konteks tugas resmi, dianggap sebagai pelanggaran netralitas. Ini tidak hanya merusak citra netralitas ASN tetapi juga dapat dianggap sebagai penggunaan wewenang dan sumber daya pemerintah untuk kepentingan politik, yang dilarang oleh hukum.

Pelanggaran netralitas ASN dalam pemilu dapat berakibat pada sanksi disiplin, administratif, bahkan hukuman pidana, tergantung pada tingkat pelanggaran dan hukum yang berlaku. Penting bagi ASN untuk mematuhi peraturan ini untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik dalam proses demokrasi dan administrasi pemerintahan.

Laporan: Amran Mustar Ode

  • Bagikan