Utang Menggunung Tak Perlu Murung

  • Bagikan
Fitri Suryani, S.Pd (Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe)

Gali lobang tutup lobang, pinjam uang bayar utang . . . hidup kan merasa terang, asal tak dikejar hutang. Ya itulah penggalan lirik lagu tentang utang yag dipopulerkan oleh raja dangdut Rhoma Irama yang tentu sarat makna. Bagaimana dengan utang negeri tercinta ini?

Utang Luar Negeri Aman?

Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia, khususnya masalah utang sedang dalam kondisi yang kurang sehat. Namun, pemerintah selalu mengelak dengan menyatakan bahwa utang Indonesia masih aman. Bahkan  Pria yang akrab disapa RR ini mengatakan, pemerintah selalu membandingkan rasio utang Indonesia lebih baik dengan negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang. Padahal, kata dia, perbandingan tersebut tak sesuai untuk dilakukan. (detik.com, 03/07/2018)

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab kritik Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mengenai utang negara yang disebut melambung. Sebelumnya, Zulkifli Hasan menyebutkan bahwa utang pemerintah yang besar itu harus dikelola dengan baik. Ia juga mempertanyakan kemampuan mencicil utang pemerintah karena angkanya sudah di luar batas kewajaran. Sehingga lebih jauh, Sri Mulyani mengatakan, data defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN serta data keseimbangan primer pemerintah dari waktu ke waktu membuktikan pemerintah mengelola keuangan dengan baik. (tempo.co, 17/08/2018)

Disamping itu, seperti yang disampaikan Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, menyebut jumlah utang tersebut “pasti tidak aman” karena bunga dan cicilannya dibayar dengan “gali lubang, tutup lubang”. Utang baru dianggap aman kalau pelunasannya “tidak mengganggu likuiditas”. Dia juga menganggap rasio utang terhadap PDB hanyalah salah satu indikator. Kita lihat Portugal, sebelum dinyatakan bangkrut, rasio utangnya juga dibilang aman-aman saja.” (bbc.com, 13/03/2018)

Lebih dari itu,  ekonom Josua Pardede menekankan bahwa pemerintah tetap harus berhati-hati terhadap ULN swasta. Dari total Rp4.849 triliun ULN Indonesia, 49% adalah milik swasta. “ULN swasta berpotensi menciptakan krisis (ekonomi), seperti yang terjadi pada 1997,” tegas Josua. (bbc.com, 13/03/2018)

Menyelisik Utang Luar Negeri

Apabila menengok utang luar negeri yang dimiliki negeri ini, tentu jumlah yang mendekati angka 5000 triliun tidak bisa dikatakan aman. Mengingat masalah tersebut merupakan beban yang mesti dipikul oleh seluruh rakyat negeri ini, karena pembayaran utang tersebut tak sedikit bersumber dari pajak yang dipungut dari rakyat.

Misalnya dengan berbagai jenis pajak yang harus ditanggung oleh rakyat, belum lagi berbagai kebutuhan primer masyarkat semakin dikurangi subsidinya sampai pada taraf tidak ada lagi subsidi pada sebagian besar barang yang menjadi kebtuhan rakyat. Sebagai contohnya, pertalite merupakan salah satu jenis BBM yang tidak disubsidi lagi,

Disamping itu, perkara yang  perlu diperhatikan bahkan dipertimbangkan yaitu dampak yang akan dihasilkan dikemudian hari mengenai utang luar negeri yang kian membumbung tinggi diantaranya yaitu: Pertama, dampak langsung yang dirasakan dari utang yakni cicilan bunga yang semakin mencekik pihak pengutang. Kedua, dampak yang sebenarnya dari utang tersebut adalah minimnya kemandirian akibat terikat atas keleluasaan arah pembangunan, oleh pihak yang mememberi utang.

Ditambah lagi, efek negatif dari utang luar negeri adalah sebagai salah satu alat penjajahan. Sebagaimana yang disampaikan oleh pakar ekonomi senior, Ichsanuddin Noorsy. Noorsy tak setuju dengan pemerintah yang kerap berutang ke luar negeri. Dalam pandangannya, utang akan membebani bangsa dan membawa negara ke situasi lebih sulit yaitu penjajahan. (rmol.co, 13/07/2017) Karena sesungguhnya sistem kapitalis meniscayakan utang sebagai jebakan untuk membuka jalan penjajahan negara kapitalis terhadap negara sasaran.

Lebih dari itu, bahwasanya bahaya utang luar negeri diantaranya: 1. Utang luar negeri dalam rangka mendanai proyek-proyek milik negara merupakan perkara yang riskan, terutama terhadap eksistensi negara itu sendiri. Akibat lebih jauh lagi yaitu membuat rakyat kian menderita, karena hal itu merupakan salah satu jalan untuk menjajah sebuah negara pengutang.  2. Pemberian utang merupakan salah satu cara agar negara pengutang tetap miskin, tergantung dan terjerat utang yang semakin bertumpuk-tumpuk dari waktu ke waktu. 3. Utang luar negeri yang diberikan sebenarnya merupakan senjata politik negara-negara kapitalis barat kepada negara-negara pengutang yang tak sedikit dari negeri-negeri muslim, untuk memaksakan kebijakan politik, ekonomi, terhadap negeri-negeri pengutang/jajahan. 4. Utang luar negeri sesungguhnya sangat melemahkan dan membahayakan sektor keuangan negara pengutang, baik utang jangka pendek maupun jangka panjang.

Sudut Pandang Islam

Bila ditinjau lebih dalam lagi, sesungguhnya ada beberapa hal yang menjadikan utang luar negeri menjadi batil. Pertama,utang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga (riba). Padahal hukum syara dengan tegas telah mengharamkan riba. Karena riba merupakan dosa besar yang harus dijauhi oleh kaum muslim dengan sejauh-jauhnya. (lihat Qs. al-Baqarah [2]: 275). Kedua, utang luar negeri menjadi salah satu sarana timbulnya berbagai kemudaratan, seperti terus berlangsungnya kemiskinan, tingginya harga-harga kebutuhan pokok, termasuk BBM dan sebagainya. Ketiga, utang luar negeri telah membuat negara-negara kapitalis barat dapat mengeksploitasi, bahkan menguasai kaum muslim. (lihat Qs. an-Nisaa [4]: 141). Padahal Islam tidak membenarkan negara memberi jalan pada orang kafir menguasai kaum muslim termasuk dalam hal ini melalui utang.

Mengenai utang yang terkait dengan orang seorang, maka hukumnya mubah, untuk itu setiap individu boleh berutang kepada siapa saja yang dikehendaki dan berapa yang diinginkan. Namun, jika utang atau bantuan-bantuan tersebut membawa bahaya, maka utang tersebut tidak dibolehkan. Sedangkan pada posisi berutangnya negara, maka hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan, kecuali untuk perkara-perkara yang sangat penting dan bila ditangguhkan dikhawatirkan terjadi kerusakan atau kebinasaan, maka dalam keadaan itu negara dapat berutang, lalu orang-orang ditarik pajak dipergunakan untuk melunasinya. Sedangkan untuk keperluan lainnya mutlak negara tidak boleh berutang.

Dengan demikian, seluruh utang/pinjaman dengan berbagai bentuknya dalam sistem kapitalisme, tentu tidak hanya ingin membantu negara pengutang, namun memiliki berbagai motif,  baik politik maupun ekonomi. Selain itu, Islam menuntut negara mandiri dan tidak memberi celah penjajahan, dalam hal ini melalui bentuk utang. Olehnya itu tiada aturan yang lebih baik, selain aturan yang bersumber dari Allah SWT. Melalui penerapan aturan-Nya dalam semua aspek kehidupan, sehingga Islam rahmatan lil ‘alamin dapat dirasakan oleh semua umat manusia. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.

Oleh: Fitri Suryani, S.Pd (Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe)

  • Bagikan