Terorisme Mencuat, Islam Moderat Menguat

  • Bagikan
Oleh Yusriani Rini Lapeo, S. Pd.(Pemerhati Sosial).Foto:ist

Hingga saat ini, terorisme merupakan salah satu topik pembahasan penting yang kerap menjadi objek pembicaraan berbagai kalangan. Mulai dari polisi, para ahli, agamawan, media, sampai masyarakat biasa. Dikarenakan sensitifnya permasalahan ini, banyak tulisan hingga opini yang bermunculan di berbagai media.

Namun disayangkannya, hampir setiap aksi dan gerakan teroris, selalu dikait-kaitkan dengan Islam. Bahkan tak jarang, keganjilan ditemukan saat media memberitakan aksi terorisme tersebut. Terkadang dengan sengaja meninggalkan barang bukti yang berkaitan dengan Islam. Misalnya, ditemukannya buku yang bertuliskan tauhid, atau pelaku pemboman adalah seorang wanita yang menggunakan pakaian syar’i. Yang mana pakaiannya ini merupakan simbol bahwa ia seorang wanita yang beragama Islam. Seperti yang terjadi pada kasus bom panci tahun lalu.

Belum lagi dengan adanya istilah Islam moderat yang awal kemunculannya bermula pada masa abad pencerahan di Eropa. Sebagaimana diketahui, konflik antara pihak gerejawan yang menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat dan kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof yang menginginkan penghapusan peran agama dalam kehidupan menghasilkan sikap kompromi.

Sikap ini kemudian dikenal dengan istilah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan publik. Istilah ini menjadi booming setelah pihak Barat mentransfer pemikiran ini kepada intelektual muslim. Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi istilah Islam moderat ini berfungsi sebagai penjinak “terorisme”, sama halnya dengan fungsi sekularisme tahun 70an sebagai penjinak “fundamentalisme”.

Dalam National Review Online pada tanggal 24 Agustus 2010, Andre M. C. Charthy mengatakan “Siapapun yang membela syariat tidak dapat dikatakan Moderat” (Baca: “Islam moderat senjata asing menyerang Islam” oleh Rizka Rahmawati).

Di Tahun 2014 yang lalu, sebagian ulama dari Ormas Muhammadiyah, juga BNPT dan para guru besar universitas Islam Negeri di Indonesia, turut melakukan seminar  Islam moderat terhadap penanggulangan terorisme dan Islam radikal. Seminar ini ditujukan kepada mereka yang menolak Pancasila, Demokrasi, dan HAM. Dengan kata lain, mengajak para mahasiswa untuk menghargai perbedaan kultur, budaya, dan agama selain Islam,  dalam hal ini toleransi terhadap perayaan hari-hari besar agama non-muslim, dengan ikut serta merayakan hari-hari besar mereka dan mengunjungi tempat ibadah mereka atas nama Islam moderat.

Ironisnya, paham Islam moderat ini diterapkan sebagai kurikulum di universitas yang berbasis Islam, kepada mereka yang pro humanisme universal, menghormati hak menafsirkan Alquran, pro kebebasan beragama,  serta kesetaraan gender.

Harus diakui bahwa paham Barat telah berkali-kali berhasil  mengaburkan konsep dan pemahaman Islam yang fundamentalis kepada masyarakat Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya. Upaya demi upaya telah dilakukannya demi berhasilnya misionaris tersebut. Melakukan perang fisik terhadap Islam dan kaum muslim saat ini adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Barat.

Oleh karena itulah, Barat memetakan kelompok Islam, di antaranya dengan memilah kelompok Islam dalam dua kategori yakni Islam radikal dan terorisme, serta melakukan politik adu domba di antara kaum muslim. Strategi ini adalah cara yang paling ampuh. Barat telah melihat bahwa kelemahan kaum muslimin, bukan pada kekuatan fisik melainkan pada pemikirannya.

Pun, Barat tidak segan-segan mengeluarkan dana besar untuk mendanai penguasa dan rezimnya di setiap kebijakan yang dikeluarkan demi kepentingan  mereka semata. Aksi-aksi terorisme pun dibuat untuk memunculkan sikap defensif apologetik di tengah umat. Sehingga, umat takut menyerukan kewajiban menegakkan sistem politik Islam, dengan menerima gagasan moderasi Islam.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan” (TQS. al-Anfal: 36).

Allah Juga berfirman dalam QS al-Anfal ayat 30 yang artinya: “Dan ingatlah, ketika  orang-orang kafir memikirkan muslihat terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.Mereka memikirkan makar dan Allah menggagalkan makar itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya/makar”.

Isu terorisme, seperti sebuah drama yang diperankan oleh para aktornya. Tentunya dalam hal mengukuhkan istilah Islam moderat ini, dibutuhkan moment yang tepat untuk membuat kebijakan baru dalam hal memerangi teroris dan paham yang dianggap radikal. Padahal, tidak pernah terbukti dengan jelas karena para pelaku hanya mendapatkan gelar “terduga”.

Melakukan dekonstruksi istilah-istilah yang mengaburkan istilah Islam seperti jihad, Islam yang rahmatan lil ‘alamin, juga kampanye berbagai istilah yang menjadi icon dari gerakan dekonstruksi Islam seperti pluralisme, liberalisme Islam dll. Sekularisasi terhadap aturan Islam seutuhnya pun, menjadi pilihan final bagi masyarakat yang masih awam pengetahuan terhadap agama yang penuh rahmat ini.

Padahal, sebagai seorang muslim yang kaffah terhadap aturan Islam, aturan sang pemilik Alam semesta dan seisinya, tak benar jika seseorang yang mengaku menyayangi agama ini, dengan atas nama jihad pun tidak dibolehkan menumpahkan darah dan membunuh sesama kaum muslim ataupun non-muslim.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam  bersabda: “Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu’ahad tanpa hak, ia tidak mencium bau surga” (HR. Ibnu Hibban, shahih).

Maka tidak benar jika ada perbuatan sebagian kaum muslim yang serampangan meneror, menyakiti, atau membunuh orang kafir ahlul ‘ahdi tanpa hak. Perbuatan ini justru bertentangan dengan ajaran Islam.

Lalu bagaimana mungkin seseorang yang mencintai agama Allah, namun menodai agama ini dengan sengaja meninggalkan bekas yang identik dengan Islam. Bagaimana mungkin ia mengaku pembela agama Allah, namun bertolak belakang dengan aturan Allah.

Islam memandang toleransi terhadap selain agama Islam ialah dengan tidak mengganggu kenyamanan dan merusak tempat ibadah non-muslim. Bukan malah mengakui kebenaran agama selain Islam, seperti Allah tegaskan dalam firman-nya, yang artinya: Katakanlah “Hai orang-orang yang kafir” aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, Untukmu lah agamamu dan untukku lah agamaku” (TQS. Al-kafirun: 1-6).

Islam adalah cahaya dan rahmat bagi seluruh alam. Maka satu-satunya cara untuk memerangi setiap makar orang-orang yang tidak menyukai syari’at Allah, yaitu dengan cara menerapkan hukum Allah secara kaffah. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Maidah: 48-49 yang artinya: “Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”, “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.”

Wallahu a’lam.

 

Oleh: Yusriani Rini Lapeo, S. Pd.

(Pemerhati Sosial)

  • Bagikan