Dinas P3A Kolaka Teken 3 Mitra, Seriusi Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak

  • Bagikan
Kepala Dinas DP3A Kolaka, Mineng Nurmaningsih. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KOLAKA – Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara menandatangani kerja sama terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Tindakan ini guna semakin menseriusi terhadap tindak-tindak kekerasan yang menjurus pada perempuan dan anak di wilayah tersebut.

Mitra yang dibentuk DP3A, yakni dengan Polres Kolaka, Pengadilan Agama Kolaka, dan Wahana Visi Indonesia (WVI), Selasa (13 Desember 2022).

Kerja sama dengan Polres Kolaka dimaksudkan untuk menuntaskan kasus kekerasan perempuan dan anak ketika berada di jalur hukum. Terlebih, kepolisian merupakan sarana pengaduan tindak pidana, terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Apabila ada kasus, bukan cuman didamaikan tapi harus diproses, karena biar ada efek jerah,” ucap Kepala Dinas DP3A Kolaka, Mineng Nurmaningsih.

Di lain sisi, DP3A Kabupaten Kolaka juga memiliki aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) yang dalam fungsinya akan mengkoneksikan laporan-laporan yang masuk ke data pusat.

Artinya, sistem ini dibuat sebagai media pendataan, monitoring, dan evaluasi kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia. Seluruh unit layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak bisa diakses di tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota secara up to date.

Sementara kerja sama yang melibatkan Pengadilan Agama, lanjut Mineng Nurmaningsih, lantaran banyak terjadi pernikahan di bawah umur sehingga dengan hadirnya mitra ini persoalan tersebut bisa lebih terkontrol.

“Kita dapat mengontrolnya, dari KUA harus melaporkan dispensasi kawin dulu, jadi tidak boleh diproses oleh Pengadilan Agama kalau belum mendapat izin atau permohonan dari DP3A Kolaka. Dispensasi kawin ini tertuju, tentunya buat orang tua dan anak calon nikah-mereka datang langsung ke DP3A untuk kami ambil datanya dulu,” jelasnya.

Sedangkan mitra WVI hadir dengan terbentuknya 51 unit Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di kelurahan dan desa.

PATBM adalah masyarakat dari unsur pemerintah kecamatan, kelurahan, hingga desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, ibu-ibu PKK, dan Karang Taruna. Mereka bergerak melihat dan menyosialisasikan pencegahan kekerasan perempuan dan anak serta persoalan perkawinan di bawah umur.

Untuk datanya sendiri, Mineng Nurmaningsih menambahkan, kekerasan perempuan dan anak terdeteksi 20 kasus sepanjang 2022. Terbanyak korbannya adalah anak-anak.

Sejauh ini, kata dia, penanganan kasus-kasus kekerasan masih ditemukan kendala dari segi pelaporan kasus. Aparat pemerintah maupun masyarakat di lokasi kejadian masih enggan melaporkan kejadian tersebut dengan alasan malu dan tabu.

“Kami selalu masuk pada pemerintah kecamatan, kelurahan, desa hingga sekolah-sekolah. Kami memberikan edukasi. Harapannya dengan kerja sama ini, masyarakat dapat merdeka seutuhnya dari tindak kekerasan hingga persoalan nikah di bawah umur. Kami berharap masyarakat tidak perlu ragu dan takut melapor apabila melihat atau mengalami hal demikian,” ujarnya. (C)

Laporan: Andi Lanto
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan