GP Ansor Sultra Genjot Penguatan Modernisasi Beragama

  • Bagikan
Suasana Workshop Penguatan Moderasi Beragama Bagi Pemuda dan Mahasiswa oleh GP Ansor Sultra di Kendari, Minggu (14/11/2021). (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulawesi Tenggara (Sultra) berupaya mendorong penguatan modernisasi beragama di wilayah setempat dengan melibatkan pemuda dan mahasiswa.

Penguatan modernisasi tersebut dilakukan oleh pengurus GP Ansor Sultra dalam kegiatan Workshop dengan menghadirkan langsung pemuda dan mahasiswa di Kendari, Minggu (14/11/2021).

Ketua PW GP Ansor Sultra, Pendais Haq mengatakan penguatan moderasi beragama berkaitan dengan pemahaman keagamaan yang moderat dan toleran. Dimana didalamnya membangun basis pemahaman, pengetahuan, komitmen, dan hakikat nilai-nilai agama yang tinggi.

“Tentunya dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, membangun sikap persamaan, serta menanamkan nilai ajaran agama yang saling menghargai satu sama lain,” kata Pendais, dilokasi Workshop Sekretariat GP Ansor Sultra, Minggu (14/11/2021).

Pendais juga menyampaikan, perlu adanya penguatan nilai-nilai kebangsaan bagi kalangan pemuda dan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Melakukan revitalisasi tentang empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Selain itu penguatan hubungan dan toleransi umat beragama dan penguatan kearifan lokal juga harus diberikan kepada pemuda dan mahasiswa.

“Pada dasarnya penguatan moderasi beragama harus tertanam dalam kehidupan. Apalagi saat ini banyak paham-paham keagamaan yang keluar dari ajaran islam dan keluar dari nilai-nilai terkandung dalam Pancasila,” ujar dia.

Lanjut dia, ada dua permasalahan soal paham keagamaan saat ini, pertama,  bermasalah secara aqidah, kedua, bermasalah secara konstitusi.

“Jika aqidah lemah maka akan mempengaruhi kayakinan kita. Disitulah kemudian muncul permasalahan soal paham keagamaan. Sedangkan bermasalah secara konstitusi berarti menentang Pancasila dan UUD 1945,” ungkap Pendais.

Kepala Seksi Bina Paham Keagamaan Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kementerian Agama RI, Idrianto Faishal mengungkapkan, ada tiga tantangan aktual keagamaan kebangsaan yaitu berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrim) dengan mengesampingkan martabat kemanusiaan.

Kemudian lanjutnya, berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik. Termasuk berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Dalam dokumen persaudaraan kemanusian Abu Dhabi Declaration 4 Februari 2019 disebutkan jika musuh kita saat ini sesungguhnya adalah ekstremisme akut, hasrat saling memusnahkan, perang, intoleransi serta rasa benci diantara sesama manusia yang semuanya mengatasnamakan agama,” ucap Idrianto.

Dalam konteks lokal di era reformasi, kata Idrianto, sebagai konsekuensi demokratis, muncul dua kutub ekstrem dalam keberagaman yaitu terlalu ketat dalam memahami teks-teks keagamaan (parsial dan tekstual) dan terlalu longgar karena pembacaan yang terlalu bebas dan liberal.

“Pemuda atau generasi bangsa harus memehami betul teks-teks keagamaan, agar tidak keliru dalam penafsirannya,” tandasnya.

Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan