RDP Dugaan Penyerobotan Lahan di DPRD Sultra, Wakil Bupati Konkep Sebut Desa Tetap Aman dan Kondusif

  • Bagikan
Suasana RDP perwakilan mahasiswa yang menolak PT GKP, di DPRD Sultra. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)
Suasana RDP perwakilan mahasiswa yang menolak PT GKP, di DPRD Sultra. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Mahasiswa Kabupaten Konawe Kepulauan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dugaan penyerobotan lahan aktivitas pertambangan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Desa Roko-Roko Jaya, Kecamatan Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Selasa (22 Maret 2022).

RDP tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Sultra dan dihadiri Wakil Bupati Konkep, Dinas ESDM, Pihak PT GKP dan, Dinas Pertanahan Konkep, serta puluhan mahasiswa Konkep di Sultra.

Salah seorang mahasiswa dari Konkep, Sarlan, menjelaskannya, beberapa warga di Desa Roko-Roko tidak mau dibebaskan lahannya oleh perusahaan, karena mereka menolak kehadiran PT GKP.

Pasalnya, Pulau Kelapa itu tidak diperuntukan untuk tambang, karena luasan wilayahnya tidak mencukupi 2.000 meter persegi.

“Pada dasarnya kami menolak dengan keberadaan tambang di daerah kami. Konkep itu hanya diperuntukan untuk perikanan dan kelautan, bukan pertambangan,” tegasnya saat RDP, Selasa (22 Maret 2022).

Mahasiswa Teknik UHO ini menegaskan bahwa Konkep tidak diperuntukan untuk pertambangan. Sehingga apapun alasannya, PT GKP yang berada di Desa Roko-Roko Jaya tidak boleh melakukan aktivitas pertambangan.

Hal itu sesuai regulasi yang ada, yakni Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan Peraturan Daerah Provinsi Sultra nomor 2 Tahun 2014 RTRW Provinsi Sultra tahun 2014-2034.

“Untuk itu kami meminta, agar IUP PT GKP dicabut, karena telah melanggar Undang-undang yang ada,” jelasnya.

Selain itu, Sarlan menjelaskan, kehidupan ekonomi masyarakat di Desa Roko-Roko Jaya lebih baik dengan kehadiran tambang, itu tidak benar. Misalnya,1 pohon cengkeh dibayar Rp700.000 oleh perusahaan. Sementara warga menjual hasil cengkeh perpohon bisa mencapai Rp1.000.000. Dan itu berkelanjutan. Artinya setiap tahun warga bisa menjual hasil cengkehnya.

“Jadi, ketika ada yang mengklaim ekonomi masyarakat Konkep meningkat dengan kehadiran tambang, itu bohong,” paparnya.

Tak hanya itu, Sarlan juga mengatakan beberapa warga terpaksa meninggalkan kediamannya, karena di Desa Roko-Roko Jaya tidak kondusif. Dan warga desa tersebut tidak hadir dalam RDP ini karena ada upaya intimidasi.

“Warga yang mengungsi tersebut adalah warga yang menolak kehadiran tambang. Untuk itu, kami meminta kepada pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap masyarakat Konkep,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Konkep, Andi Muhammad Lutfi membantah jika di Desa Roko-Roko Jaya tidak kondusif. Pasalnya, dirinya belum lama ini saat turun lapangan atau melakukan pemantauan di desa tersebut aman dan kondusif.

“Saya menjamin dan memastikan di desa tersebut masih aman-aman saja dan tidak ada yang melakukan intimidasi,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi yang memimpin RDP tersebut menyampaikan Pemda Konkep harus menyiapkan dokumen penerbitan RTRW tersebut agar dilakukan pembedahan.

“Aspirasi teman-teman mahasiswa Konkep menjadi masukan, karena tidak menutup kemungkinan RTRW bisa dirubah, karena ada mekanisme untuk perubahan RTRW,” jelasnya.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga meminta kepada Pemda Konkep agar melakukan pertemuan dengan mahasiswa agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Pemda harus membuka diri dan memberikan ruang diskusi dengan mahasiswa bahkan masyarakat agar keadaan di Konkep aman dan kondusif,” tutupnya. (B)

Laporan: La Niati
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan