TKI Asal Wakatobi yang Mengalami Kecelakaan Kerja Luput dari Perhatian Pemerintah

  • Bagikan
TKI asal Wakatobi Yai sedang terbaring didampingi oleh istrinya di rumah kontrakannya di Kota Kinabalu, Malaysia. (Foto: Ist)
TKI asal Wakatobi Yai sedang terbaring didampingi oleh istrinya di rumah kontrakannya di Kota Kinabalu, Malaysia. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Pribahasa habis manis sepah dibuang layak disematkan kepada Yai bin Kii (37), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Liya Wakatobi yang mengalami kecelakaan kerja di Malaysia pada 2 Desember 2021 malam sekitar pukul 23.00 waktu setempat itu, luput dari perhatian pemerintah maupun pihak perusahaan tempat dia bekerja.

Setelah keluar dari rumah sakit pada 15 Desember 2021, pemerintah Republik Indonesia maupun pihak perusahaan terkesan lepas tangan atas derita yang dialami oleh pahlawan devisa negara ini.

Padahal sudah selayaknya pemerintah Indonesia memberikan perhatian dan perlindungan kepada mereka. Apalagi saat mengalami kecelakaan kerja, karena kontribusi mereka melalui jasa pengiriman uang alias remitansi TKI ke APBN mencapai Rp160 triliun per tahun, atau kedua terbesar setelah penerimaan devisa dari sektor migas.

Kini hidup Yai bersama istri dan keempat anaknya di Sandakan, Malaysia, terlunta-lunta. Perusahaan tempat dia berkerja hingga mengalami kecelakaan kerja tidak lagi menanggung biaya pengobatannya lebih-lebih biaya hidupnya.

Kakak korban La Sambo mengatakan, saat adiknya (Yai) baru keluar dari salah satu rumas sakit, pihak Konsulat RI di Kota Kinabalu menyampaikan bahwa seluruh gaji dan biaya hidup selama menjalani perawatan atau pengobatan akan ditanggung oleh perusahaan tempat kerjanya.

Namun faktanya, setelah adiknya keluar dari rumah sakit pihak perusahaan hanya memberikan 200 ringgit Malaysia atau setara Rp700 ribu.

“200 ringgit itu, untuk biaya kontrak rumah saja tidak cukup apalagi biaya hidup. Sementara pihak Konsulat RI di Kota Kinabalu saat di hubungi tidak respons lagi,” ungkap La Sambo saat di wawancarai di kediamannya, Sabtu (15/1/2022).

Menurutnya, kehidupan adiknya di Negeri Jiran itu makin susah, karena visa kerja adiknya ini akan berakhir pada 19 Januari 2022 ini, sementara adiknya itu belum bisa kerja karena akibat kecelakaan saat melaut itu, sembilan tulang rusuknya masih retak dan enam giginya patah, sehingga masih butuh pemulihan.

“Sudah ada utusan dari perusahaan untuk menanyakan adik saya apakah masih mau kerja lagi di kapal tempat dia kerja. Tetapi bagaimana mau kerja, adik saya masih terbaring lemas karena sembilan tulang rusuk retak, dan enam gigih patah jadi tidak mungkin sudah bisa kerja secepat itu,” paparnya.

Saat ini adiknya bersama istri dan anaknya, sedang mengupayakan untuk pulang ke Indonesia namun mereka terkendala biaya karena uang mereka terkuras untuk biaya pengobatan.

“Yang mereka harapkan tinggal asuransinya, namun sampai sekarang belum dicairkan oleh jasa asuransi kecelakaan kerja di Malaysia,” terangnya.

Dia berharap, pemerintah Indonesia maupun pihak perusahaan bisa mengupayakan pemulangan adiknya ini ke tanah air. Apalagi, adiknya ini telah bekerja di perusahaan tersebut sekitar sembilan tahun lama, sehingga sudah banyak memberikan devisa untuk negara dan keuntungan yang besar untuk perusahaan.

Sebelumnya pada 2 Desember 2021 malam sekitar pukul 23.00 waktu setempat,  Yai dijatuhi crame/derek saat kapal ikan tempat dia kerja hendak membuang jaring di laut. (B)

(Baca: TKI Asal Wakatobi Alami Kecelakaan Kerja di Malaysia, Ini Harapan Keluarga)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan