Buku Tentang Gibran Rakabuming ‘Menang Ora Opo-opo Kalah Yo Uwis’ Dilauncing di Kendari

  • Bagikan
Penulis buku, Ahmad Bahar (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)
Penulis buku, Ahmad Bahar (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Buku salah satu karya penulis ternama Ahmad Bahar tentang pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon Wali Kota Solo dengan judul “Menang Ora Opo-opo Kalah Yo Uwis” dilaunching di Kendari, Senin (12/10/2020).

Peluncuran buku ini terbilang aneh dibanding dengan peluncuran buku pada umumnya, karena dilauncing secara sederhana di salah satu warkop di Kendari.

Dia menyampaikan peluncuran buku ini di Kendari karena sudah waktunya, berdasarkan hitungannya setelah ia melakukan perjalanan dalam kurun waktu seminggu terakhir ini mulai dari Masamba, Kabupaten Wajo, dan Makasar. Semua sudah ada hitung-hitungannya.

“Tapi setelah ini kita juga tetap akan launching di Solo, entah dimana nanti tempatnya disana kita belum tentukan,” ucapnya.

Ahmad Bahar mengungkapkan buku yang ditulisnya kurang lebih sepuluh hari kalender dengan tebal kurang lebih 150 halam ini menceritakan tentang kisah pencalonan Gibran, pemimpin milenial, budaya pencalonan dalam konteks polotik di Jawa, dan biografi tentang Gibran dengan latar belakang karier dan pendidikannya.

“Bukunya ini terdiri dari 150 halaman dan 6 sub bab,” ungkap Ahmad Bahar, Senin (12/10/2020)

Dia juga menyampaikan penulisan buku ini dirangkum dalam dua bahasa yakni bahasa jawa dan indonesia, utamanya dibagian-bagian sub judul.

Dalam perampungan buku ini, Ia mengaku juga dibantu oleh beberapa tokoh yang ikut menyumbangkan tulisannya, diantaranya seperti Abrinu Salam salah satu Doktor di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gajah Mada (UGM), Dr. Purwati ahli Budaya Jawa lulusan Fakultas Filsafat UGM saat ini menjabat sebagai salah satu dosen di Universitas Jogjakarta.

“Mereka itu semua ikut menjadi penggagas buku ini, dan ada lagi yang lain,” cetusnya.

Ahmad Bahar, mengatakan tujuan utama pembuatan buku ini untuk mencerdaskan masyarakat ditengah banyaknya berita-berita hoax, korban termakan hoax, termasuk berita-berita tentang Gibran banyak yang miring.

“Saya bukan pendukung dia (Gibran), tidak kenal dia sebelumnya, hanya tau bahwa dia merupakan anak dari seorang Presiden. Olehkarena itu saya menulisnya menjadi seorang tokoh yang layak dibicarakan tapi bagian dari peristiwa budaya bukan peristiwa politik,” ungkapnya, di Kendari.

Lebih lanjut, Bahar menjelaskan, kenapa mesti dia (Gibran,red) yang dibahas karena dia anak muda, karena kebetulan dalam kebudayaan Jawa itu banyak istilah-istilah yang sesuai judul buku ini misalnya ‘Menang Ora Opo-opo Kalah Yo Uwis’, artinya andaikan Gibran menang tidak apa-apa, tidak ada hukum yang dilanggar hanya barangakali ada adat-istiadat yang tidak sopan.

“Tapi kalau menurut urut-urutan dalam pencalonan ini banyak yang lama dan siap-siap, tapi kesalip oleh Gibran,” ujar pria yang juga penulis buku Ketika Negara Memanggil Untuk Mengabdi 2019, Jokowi-Maruf Amin.

Kemudian, Pendiri Pena Writing School ini dalam bukunya juga mengisahkan tentang pencalonan Gibran dalam peritiwa budaya sebagai fenomeman baru. Dimana dalam salah satu sub judul buku ini tentang ‘Uwis Wayaye’ artinya kalau Gibran muncul mungkin sudah waktunya anak muda tampil dimuka (sebagai calon), tapi masalahnya kenapa harus anak muda yang anak dari Jokowi.

“Apakah yang lain tidak ada yang lebih hebat dan mampu, hanya saja ada daya tarik dan data lebihnya, karewa dia anak dari seorang presiden,” kata Bahar.

Disub judul lain, lanjut Bahar, bukunya juga didalam salah satu sub judul yang pembahasannya sangat mengganggu betul dalam istilah Jawa, ada namanya bagaimana menang tanpa merasa orang lain kalah.

“Dibuku ini kita juga bahas itu, ini sangat cerdas sekali, partai sudah bisa dibeli semua, lawannya dari calon Independent, inikan luar biasa. Terkait inikan sudah rame dibahas bahwa akan lawan boneka, itu menurut orang, itukan berita, kalau dari kata saya mau lawan bonekan pun tidak ada masalah, mau dengan kotak kosong pun tidak masalah,” ujarnya.

“Yang penting itu jangan ada budaya yang dilanggar, sopan santun jangan dilanggar, pertanyaan kemudian apakah ada yang dilanggar Gibran sopan santuan dalam tradisi Jawa, jelas ada yang dilanggar, misalnya seperti langsung ke Ibu Mega itu minta restu partai, itukan jelas melanggar dalam istilah Jawa,” tambahnya lagi.

Di sub Bab terakhir, Dia membahas, siapa Gibran. Disub Bab ini dijelaskan mulai dari latar belakang dia (Gibran) sebagai seorang pengusaha atau sebagai pedagang, penjual martabak, dan lebih pada sebagai calon pemimpin muda.

“Saya kira wajar mencalonkan diri, selama memiliki modal, tapi yang terpenting intinya tidak melanggar budaya. Tapi soal biografi ini tidak terlalu banyak kita bahas, hanya berkisah tentang karier dia, bukan soal percintaan dia, lebih kepada calon pemimpin muda,” pungkasnya.

Buku ini dipasarkannya secara online dengan harga Rp. 45 ribu rupiah per eksemplar dan tidak dipasarkan di toko-toko buku.

Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan