Meikarta Berbisik, KPK Berisik

  • Bagikan
maikarta berbisik foto: Kompasiana.com

SULTRAKINI.COM: Lagi, korupsi menjadi berita yang tak pernah berakhir dibahas, sebab lagi-lagi badai korupsi menerjang negeri ini, dan pastinya melibatkan kalangan elit pengusaha dan penguasa, sebagaimana berita VIVA.co.id, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 18 Oktober 2018, menggeledah rumah taipan, pemilik Lippo Group James Riady.

Tak hanya tempat tinggalnya, apartemen mewah konglomerat Indonesia yang terpandang di usaha properti itu yang berlokasi di Apartemen Trivium Terrace, juga ikut “dijamah”. KPK lebih jauh mau mencari bukti-bukti yang bisa memperjelas kasus korupsi yang sudah menjerat Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dan sejumlah kepala dinas di Kabupaten Bekasi. “Penyidik melanjutkan kegiatan tersebut di rumah James Riady dan Apartemen Trivium Terrace,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah sebagaimana diberitakan VIVA.

Saat itu, KPK menciduk 10 orang dalam kurun waktu dalam dua hari di dua lokasi berbeda yakni di Bekasi, Jawa Barat dan Surabaya.Hasilnya, sembilan orang ditetapkan tersangka sementara salah satunya belum dipastikan statusnya. Yang menjadi gongnya, ternyata Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin turut menjadi pesakitan.Ditangkap pada Senin 15 Oktober 2018, Neneng menjadi tersangka akibat diduga menerima suap dari pejabat Lippo yang tak lain adalah Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro. Setali tiga uang dengan Neneng, Billy juga menjadi tersangka.(VIVA.co.id, Jumat, 19 Oktober 2018).

Koalisi apik antara penguasa dan pengusaha dalam upaya suap menyuap memang menjadi sesuatu yang sering diciduk oleh KPK,seolah para penguasa dan pengusaha tak punya lagi rasa malu untuk melakukan aksinya bahkan hukuman yang diberikan pada teman seprofesinya yang telah lebih dahulu ditangkap KPK tidaklah memberi efek jera. Korupsi telah hampir menjadi budaya dikalangan para elit.

Kapitalisme Liberalis Akar Masalah Korupsi

Kapitalisme asal katanya kapital, yang berarti modal. Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi dimana sektor industri perdagangan, dan alat-alat produksi dikontrol oleh pihak privat atau sektor swasta dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Kapitalisme menurut Karl Marx adalah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dan meminimalkan peranan Negara, sedangkan liberalisme asalnya adalah liber, yang berarti bebas. John locke menyatakan bahwa liberalisme adalah hak asasi manusia mencakup hak hidup, kemerdekaan dan hak milik ( Life, Liberty and Property).

Dalam sistem ekonomi kapitalis sesungguhnya yang berkuasa adalah uang atau modal, sehingga hal ini juga berefek pada sistem politik dan sosial budaya yang terjadi di suatu negara,siapapun boleh menyandang jabatan penting asalkan memiliki modal, inilah yang menjadi cela bagi permainan kotor antara pemilik modal dan calon penguasa, ketika ada sebagian elit yang mau menduduki jabatan tertentu harus ada sokongan dana dari pengusaha pemilik modal. Jadi tak heran kalau berkuasa pun pada akhirnya mereka akan mudah kena jebakan pengusaha untuk memuluskan setiap proyek penting yang akan mereka gelar. Seolah budaya suap menyuap dan praktik KKN menjadi trend dikalangan para elit, bahkan mungkin hanya sedikit dari kalangan elit yang benar-benar bersih tanpa ternodai dengan praktik uang.

Penguasa yang tamak dan rakus akan kekuasaan dan uang telah menjadi lahan empuk bagi pengusaha pemilik modal untuk meneruskan keinginan mereka menguasai suatu negeri dengan melancarkan proyek-proyek besarnya, berbekal dana atau modal yang besar mereka kemudian memanfaatkan kekuasaan pejabat tamak untuk menyilaukan mata mereka dengan setumpuk receh agar memuluskan rencana mereka, jadilah suap menyuap dikalangan penguasa dan pengusaha menjadi “mercon” yang siap meledakkan dan menghancurkan negara itu dan menjerumuskan rakyatnya pada kemiskinaan dan kemelaratan, karena penguasaan sumber daya alam yang di jarah pengusaha yang kongkalikong dengan penguasa ataukah wilayah mereka yang dicaplok karena proyek gurita sang pengusaha.

Politik uang inilah yang mungkin lebih tepat disebut politik sontoloyo artinya politik konyol, politik tidak beres yang tujuannya bukanlah untuk menyejahterakan rakyat tetapi lebih pada menyejahterakan diri pribadi dan pengusaha baik lokal ataupun asing, sehingga tak heran apabila perselingkuhan kekuasaan dan proyek atas nama uang menjadi sesuatu yang biasa di kalangan para elit penguasa dan pemilik modal. Adalah menjadi sebuah kewajaran apabila banyak pengamat mengatakan bahwa kapitalisme telah menjadikan segelintir orang dalam hidupnya sekedar transaksi untuk memperkaya segelintir orang dan bukan untuk menyejahterakan rakyat banyak. Ironisnya, masih banyak yang percaya dengan janji-janji manis para pejabat korup dan sistem demokrasi kapitalis liberal yang mereka terapkan, padahal bahaya manifest dan bahaya laten penguasa dan sistem telah nampak nyata dan banyak bukti yang menunjukkan atas bobroknya penguasa korup dan penerapan sistem yang ada.

Mencegah Korupsi Agar Tak Berulang

Mengutip tulisan M. Shiddiq Al Jawi, Secara preventif paling tidak ada 6 (enam) langkah untuk mencegah korupsi menurut Syariah Islam sebagai berikut : Pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Kelima, Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Keenam, adanya teladan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka Islam menetapkan kalau seseorang memberi teladan yang bagus, dia juga akan mendapatkan pahala dari orang yang meneladaninya. Sebaliknya kalau memberi teladan yang buruk, dia juga akan mendapatkan dosa dari yang mengikutinya.Keenam, pengawasan oleh negara dan masyarakat.

Kalau memang korupsi telah terjadi, Syariah Islam mengatasinya dengan langkah kuratif dan tindakan represif yang tegas, yakni memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasehat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).

Dengan penguasa yang Elegan dan sistem yang berasal dari Penguasa alam semesta, manusia dan kehidupan maka kasus korupsi akan dapat dihentikan atau paling tidak diminimalkan, karena itu harus ada upaya real untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak terus mendiamkan atau bahkan membiarkan kekacauan yang terjadi akibat dari pejabat yang tidak amanah dan sistem yang tidak mampu memberikan kebaikan bagi rakyat, maka sudah saatnya rakyat berfikir cerdas mengambil langkah strategis agar dapat menemukan solusi tepat untuk dapat menghentikan laju korupsi yang dilakukan oleh koruptor yang hampir tak terbendung. Wallahu a’alam

Oleh : Mariana, S.Sos ( Guru SMPS Antam Pomalaa- Kolaka )

  • Bagikan