Buntut Aksi Demonstrasi di BLK Kendari, AJI, IJTI, dan PWI Kecam Pemukulan Jurnalis oleh Aparat Kepolisian

  • Bagikan
Aksi kekerasan terhadap jurnalis saat peliputan demonstrasi di BLK Kendari (Foto: Ist)
Aksi kekerasan terhadap jurnalis saat peliputan demonstrasi di BLK Kendari (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Buntut dari aksi demonstrasi penolakan hasil lelang proyek pekerjaan di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari oleh Mahasiswa Pemerhati Keadilan Sulawesi Tenggara (PK-Sultra) pada Kamis, (18/3/2021), berakhir bentrok dengan aparat kepolisian hingga terjadi pemukulan terhadap masa dan salah satu jurnalis di Kendari.

Ia adalah Rudinan seorang jurnalis dari media cetak harian Berita Kota Kendari (BKK) menjadi korban kebrutalan oknum polisi saat mengamankan jalannya demonstrasi.

Pemukulan terhadap Rudinan terjadi ketika hendak meliput jalannya diskusi antara pendemo dengan pihak BLK Kendari. Namun, ketika Rudinan hendak masuk ke dalam ruangan, polisi mencegat dirinya dan menanyakan tujuannya ikut ke ruangan itu. Disitulah terjadi pemukulan terhadap pria yang akrab disapa Rudi tersebut.

Meski pada saat kejadian Rudi sudah berusaha menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis, namun pihak kepolisian tidak percaya hingga terjadilah tindakan pemukulan itu.

“Saya bilang saya wartawan, polisi meminta menunjukkan id card, polisi langsung memukul dari belakang ada sekitar 7 sampai 10 orang,” kata Rudinan ditemui seusai demo.

Akibatnya korban Rudinan mengalami luka lebam di bagian kepala. Bukan hanya dipukul, polisi juga melontarkan makian yang tidak pantas kepada Rudinan.

“Disusul dengan kata-kata kasar yang seharusnya tidak diungkapkan oleh pihak kepolisian yang katanya pengayom,” jelasnya Rudi.

Menyikapi peristiwa itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan PWI Sultra mengecam tindakan kekerasan oknum polisi terhadap seorang jurnalis media cetak harian Berita Kota Kendari, Rudinan.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari,
La Ode Kasman Angkosono, mengatakan, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Apalagi tugas pokok polisi itu sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.

Penghalang-halangan dan kekerasan yang dilakukan oknum aparat keamanan ini merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers. Karena jurnalis dalam menjalankan tugas di lapangan dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Menghalangi tugas jurnalis saja sudah pidana apalagi sampai ada kekerasan yang mengakibatkan sentuhan fisik,” tegas Kasman, Kamis (18/3/2021).

Dia menilai tidakan represif aparat kepolisian terhadap jurnalis terus berulang. Maka dari itu, AJI Kendari meminta agar para oknum polisi yang terlibat dalantus kekerasan tersebut mendapat sanksi tegas dan jangan terkesan dilindungi.

“Pimpinan kepolisian harus tegas dalam kasus seperti ini, untuk memberikan efek jerah terhadap para pelaku yang berbuat semena-mena terhadap masyarakat,” jelasnya.

Bahkan menurutnya, ketentuan pidana ini diatur dalam Undang-Undang Pers Pasal 18 ayat (1), yang berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana penjara paling lama tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Ia juga menambahkan selain itu, AJI Kendari meminta agar pimpinan kepolisian juga mengajari anggotanya tentang kerja-kerja jurnalis yang dilindungi Undang-undang Pers.

Koordinator Divisi Advokasi Pengda IJTI Sulawesi Tenggara, Mukhtaruddin menilai, tindakan oknum polisi ini, telah menciderai kebebasan pers di Indonesia dan Sulawesi Tenggara khususnya karena menghalangi kerja-kerja jurnalis yang dilindungi undang-undang.

“Sebagai penegak hukum, Polisi, harusnya memberikan perlindungan terhadap jurnalis, bukan melakukan pemukulan,” ucapnya.

Dia bilang, tindakan oknum polisi yang terus berulang ini, menunjukkan kinerja yang tidak profesional dan bertolak belakang dengan upaya pemerintah menciptakan demokrasi yang baik.

“Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara, mendesak Kapolda Sultra dan Kapolres Kendari, menindak tegas oknum polisi yang melalukan kekerasan terhadap Jurnalis BKK Rudi,” tegas pria yang akrab disapa Utha itu.

Sementara itu, Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Tenggara juga turut mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian ini saat mengamankan jalannya aksi demonstrasi.

Dalam pernyataan sikap yang ditandatangi ketua PWI Sarjono dan Sekretaris PWI Sultra Mahdar, PWI  mendesak Kapolda Sultra untuk segera mengusut dan menindak oknum polisi pelaku kekerasan tersebut.

“Meminta kepada semua pihak untuk menghargai wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik sesuai UU Pers No. 40/1999,” tulis Sarjono, Ketua PWI Sultra.

Ketiga organisasi kewartawanan ini juga meminta sekaligus mengimbau kepada seluruh jurnalis atau wartawan di ‘Bumi Anoa’ agar dalam menjalankan tugas-tugas keseharian sebagai jurnalis dilapangan agar tetap selalu mempedomani atau memperhatikan undang-undang pers dan kode etik jurnalis agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki. (B)

Laporan: Riswan
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan