Dampak El Nino, 508 Hektare Sawah di Kecamatan Labandia Koltim Puso

  • Bagikan
Seluas 508 hektare Sawah di Desa Bou, Kecamatan Labandia, Koltim, gagal panen. Kamis (19/10). (Foto: Hasrul/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KOLTIM – Akibat musim kemarau berkepanjangan atau el nino, sawah seluas 508 hektare di Desa Bou, Kecamatan Labandia, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara, mengalami puso akibat keringnya air irigasi.

Areal persawahan salah satu andalan penghasil beras atau gabah daerah Koltim tersebut dapat dipastikan gagal total untuk panen. Jika diperkirakan usia tanam, sudah memasuki masa panen.

“Dari 19 ribu hektar lahan persawahan yang ada di Kabupaten Kolaka Timur, 508 hektare diantaranya yang ada di Desa Bou, Kecamatan Labandia, mengalami puso akibat kekeringan kemarau panjang yang melanda Sulawesi Tenggara, termasuk Koltim,” kata Plt Bupati Koltim Abdul Azis saat meninjau langsung lokasi persawahan terdampak kekeringan di Desa Bou, bersama Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Tenggara (Sultra), Muhammad Yusuf, Kamis (19/10/2023).

Selama ini, para petani di desa ini mengandalkan air irigasi dan air tadah hujan untuk kebutuhan tanaman padi yang dibudidayakan. Namun, kini sudah tidak bisa diharapkan lagi akibat kemarau panjang. Akibatnya, bulir-bulir padi beserta inangnya mulai menguning sebelum waktunya.

Plt Bupati Koltim mengungkapkan di Desa Bou terdapat kurang lebih 1.100 hektare lahan pertanian, sudah terdampak El Nino kurang lebih 508 hektare. Hal tersebut dapat lihat langsung faktanya di lapangan bahwa telah mengalami kekeringan. Sehingga itu, pihaknya bersama dengan dinas atau OPD terkait harus mengambil langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak yang lebih jauh yang ditimbulkan kekeringan ini.

“Salah satu upaya yang bisa kita lakukan sementara adalah pendistribusian air bersih dan pembuatan sumur bor. Kalau melihat luasan lahan persawahan di sini kurang lebih 1.100 hektare berarti membutuhkan sumur bor kurang lebih 30 titik, sehingga bisa mengaliri persawahan di sini,” ungkap Abdul Aziz.

Pada kesempatan ini juga, Orang Nomor Satu di Koltim mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Penjabat (Pj) Gubernur Sultra yang telah menurunkan tim dalam hal ini Kalaksa BPBD Sultra untuk memverifikasi langsung secara faktual kondisi di lapangan akibat kemarau panjang.

“Terima kasih kepada Bapak Gubernur yang sudah menurunkan tim dari BPBD. Ini sudah puso (gagal panen, red). Jadi kami akan mendata seluruhnya, sehingga ada langkah-langkah strategis untuk memulihkan ekonomi, salah satunya mendata masyarakat terdampak sehingga kita bisa beri bantuan,” terang Abdul Aziz.

Ditempat sama, Kalaksa BPBD Sultra, Muhammad Yusuf, mengaku ikut prihatin atas kondisi kekeringan yang melanda area persawahan di Desa Bou, Kecamatan Lambandia, Kolaka Timur. Pada prinsipnya, atas kejadian tersebut BPBD Sultra siap membantu Pemda untuk mengatasi permasalahan yang terjadi akibat dampak kemarau panjang.

“Kita bisa lihat persawahan di sini kering. Kata Bupati ini puso kurang lebih 508 hektare. Bupati sudah mengambil langkah-langkah, namun belum maksimal. Oleh karena itu kami dari BPBD Sultra ingin membantu, tentunya mengurangi beban masyarakat khusunya petani yang ada disini,” ujar mantan Pj Bupati Buton Tengah tersebut.

Dikatakan, BPBD Sultra akan mengambil langkah-langkah penanganan sementara dan mendata keseluruhan dampak kekeringan yang ditimbulkan, karena ini sudah termasuk bencana alam dan semua pihak harus ikut terlibat dalam penanganannya.

“Tadi Bupati bilang sumur bor. Tapi kita akan melihat seperti apa, apakah dengan sumur bor bisa menyelesaikan persoalan, kami akan terus membantu tentunya. Tinggal melihat seberapa banyak sumur bor yang akan kita berikan, tentunya disesuaikan dengan kondisi keuangan yang tersedia. Tandon juga sangat dibutuhkan masyarakat,” tutur Kalaksa.

Namun yang paling mendesak, lanjut Kalaksa, adalah pendistribusian air bersih, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, juga bantuan tandon air, saluran irigasi, dan bantuan bibit tanaman padi pengganti, serta kompensasi atas kehilangan pekerjaan.

“Bantuan-bantuan itu yang disampaikan masyarakat kepada kami, ataupun yang disampaikan oleh kelompok-kelompok tani yang ada di sini (Desa Bou). Namun yang paling mendesak adalah pendistribusian air bersih dan tandon air, dua ini yang harus diselesaikan lebih dulu,” pungkasnya.


Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan