Korupsi yang Tak Kunjung Usai

  • Bagikan

Korupsi seakan telah menjadi candu di negeri zamrud khatulistiwa. Meski telah diupayakan berbagai cara untuk memberantasnya, kasus korupsi senantiasa membuat  petugas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kalang kabut. Pelakunya pun berasal dari berbagai kalangan. Dari individu dengan jabatan Kepala Desa (Kades), bahkan ketua DPR juga tak luput dari masalah korupsi.

Kasus serupa juga terjadi di Sulawesi Tenggara (Sultra). Polda Sultra punya catatan sederet kasus dugaan korupsi dana desa (DD) yang didalangi oknum kades. Sejak tahun 2014 hingga 2017, penanganan kasus tindak pidana korupsi penyelewengan dana desa mencapai 18 perkara. 13 perkara sampai tingkat penyidikan. Dan 5 perkara lainnya diserahkan ke Inspektorat karena belum ditemukan adanya kerugian negara. Tahun ini, sekitar 11 perkara ditangani ditingkat penyelidikan oleh penyidik yang menindak lanjuti laporan masyarakat. Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhardit mengatakan saat ini proses hukum 13 tersangka itu sudah masuk tahap proses penuntutan di pengadilan. AKBP Harry Goldenhardit memastikan, untuk penanganan perkara DD masih menjadi atensi kepolisian. Karena DD ini anggaran negara yang bersumber dari APBN. “Perkara yang masuk kepada kami rata-rata melibatkan oknum Kepala Desa. Sudah ada 13 oknum kepala desa yang jadi tersangka.” Ungkapnya (Kendari Pos, 29/11/2018).

Bukti Cacat Sistem Buatan Manusia

Kasus yang selalu berulang seolah menjelaskan bahwa sistem yang diterapkan saat ini tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan itu dengan tuntas. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti membentuk satu lembaga tertentu yang berfungsi untuk memberantasnya. Sayangnya kasus korupsi tak juga kunjung usai padahal kerugian yang disebabkan olehnya tergolong besar. Memang, olah data yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan angka penindakan korupsi pada semester 1 2018 turun jika dibandingkan periode yang sama pada 2017, tapi kerugian yang dialami tetap saja mencapai angka fantastis, yakni sebesar Rp 1.09 triliun (www.nasional.kompas.com, 18/9/2018).

Sistem sanksi yang diberikan juga dinilai tergolong lemah serta tidak maksimal. Sudah menjadi rahasia umum jika sistem hukum saat ini timpang, alias tajam kebawah tumpul keatas. Hukum seakan bisa dipermainkan tatkala berhadapan dengan individu berduit. Fasilitas mewah dalam hotel prodeo bagi narapidana tertentu adalah realitas yang tak terbantahkan. Sebagaimana kasus yang terjadi beberapa waktu lalu, yakni penemuan fasilitas mewah di Lapas Sukabumi, Bandung, Jawa barat, yang ditempati para koruptor.

Begitulah, bukti jelas kecacatan sistem buatan manusia. Alih-alih menyelesaikan, justru korupsi semakin subur bak cendawan di musim hujan.

Sistem Islam Solusi Tuntas

Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad saw. dengan membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Seluruh interaksi antarmanusia diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam sehingga bisa mewujudkan kebahagiaan bagi manusia dan harmoni seluruh alam.

Wujud kerahmatan Islam itu bisa tampak manakala syariahnya diterapkan secara sempurna (kaffah) oleh negara (Daulah). Umat, baik secara individu dan berjamaah akan terlindungi karena Islam akan menjaga agama, akal, jiwa serta harta kaum muslim. Islam menjaga 4 perihal tadi dengan memangkas aspek-aspek yang menimbulkan kriminal dan menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku pidana

Bagi koruptor misalnya, mereka akan dikenai sanksi ta’zir dengan maksimal hukuman mati yang dilaksanakan oleh hakim. Dengan begitu, mereka akan berpikir ulang untuk mengulanginya sehingga tak ada seorangpun yang berani mengambil harta orang lain. Selain untuk mencegah (zawajir), sistem sanksi Islam juga berfungsi sebagai penebus (jawabir) dosa seorang muslim dari azab Allah di Hari kiamat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” [HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit].

Sebagai hamba Allah yang dikaruniai kemampuan berpikir, tentu kita bisa melihat jika hanya sistem Islam lah yang bisa memberi solusi tuntas untuk menyelesaikan tindak kejahatan, termasuk korupsi. Maka sudah saatnya kita mencampakkan sistem buatan manusia, dan menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu a’lam.

Oleh : Devita Nanda Fitriani, S.Pd (Muslimah Media Kendari)

  • Bagikan