Menakar ‘Laode Ida Effect’ bagi PKS

  • Bagikan
Laode Harjudin

Laode Harjudin,
Dosen Ilmu Politik UHO,
Sekretaris Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Sultra

Pemilu 2024 masih cukup jauh tapi geliat partai politik mulai terasa gregetnya saat ini. Beberapa parpol sudah sibuk melakukan konsolidasi internal menyongsong perhelatan politik lima tahunan tersebut.

Aktivitas yang cukup terasa, terutama bagi parpol di daerah adalah persiapan penjaringan bakal calon anggota legislatif dan kepala daerah. Sebagian besar parpol paling tidak sudah membangun komunikasi politik dengan figur-figur potensial yang dianggap memiliki nilai jual tinggi.

Salah satu parpol yang cukup aktif di bursa calon, baik di level nasional maupun daerah adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal yang menarik dari partai ini karena di level nasional merupakan partai yang bukan hanya berada di luar pemerintahan tetapi beroposisi secara frontal dengan pemerintah yang berkuasa. Tentu saja, PKS sedang berjuang untuk kembali mengambil peran dalam pemerintahan karena itu partai ini tidak ingin kehilangan momentum pada Pemilu 2024.

Berbagai strategi politik sedang dilakukan oleh PKS untuk mendongkrak suara pada pemilu mendatang. Pada tingkat wilayah, PKS Sulawesi Teggara melakukan upaya strategis dengan membuka diri terhadap figur potensial yang dianggap memiliki elektabilitas tinggi. Salah satu figur yang digadang-gadang PKS Sultra adalah Laode Ida sebagai bakal calon anggota DPR RI untuk pemilu 2024. Bahkan, samar-samar terdengar PKS memproyeksikan Laode Ida bertarung pada pemilihan Gubernur Sultra yang akan datang.

Pertanyaannya kemudian sejauh mana figur Laode Ida mampu memberikan efek bagi peningkatan suara PKS? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu menganalisis kekuatan dan kelemahan figur yang bersangkutan sehingga tergambar peluangnya dalam kontestasi politik.

Dari sisi kekuatan, Laode Ida memiliki pengalaman politik yang cukup baik karena yang bersangkutan merupakan mantan Wakil Ketua DPD dua periode (2004-2014). Hal ini menjadi modal politik berharga karena merupakan putra daerah Sultra pertama yang menduduki posisi pimpinan legislatif di tingkat pusat. Di samping itu, Laode Ida dikenal memiliki kredibilitas dan integritas yang cukup baik karena tidak cacat secara politik dan hukum. Namun Laode Ida memiliki sisi lemah secara politik karena sudah cukup lama “hilang” dari panggung politik. Setelah selesai menjabat sebagai pimpinan DPD, nama Laode Ida hanya sayup-sayup terdengar di pentas politik. Kehadirannya mulai tertutupi oleh figur-figur baru atau figur-figur lama yang masih eksis.

Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa figur Laode Ida cukup potensial untuk membantu peningkatan suara PKS, namun tidak secara otomatis memberikan efek politik. Masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh PKS bila ingin mendapatkan efek signifikan dari figur Laode Ida.

PKS tidak cukup hanya mengandalkan ketokohan Laode Ida sebagai pimpinan DPD masa lalu. Paling tidak, ada dua alasan yang melatari argumentasi ini. Pertama, kontestan dalam pemilihan DPD dan DPR RI berbeda. Jika kontestan pemilihan DPD relatif lebih mudah karena merupakan perorangan yang sebagian besar belum memiliki pengalaman politik.

Sementara dalam kontestasi pemilihan DPR RI kompetisi lebih sengit karena terdiri dari kader-kader parpol yang cukup banyak memiliki pengalaman politik. Kedua, dalam pemilihan DPR RI, status Laode Ida merupakan pendatang baru sekaligus penantang yang harus berhadapan dengan para kompetitor yang sebagian besar incumbent yang memiliki konstituen sendiri.

Namun tidak terlalu sulit bagi PKS untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Paling tidak, ada dua faktor yang mendukung untuk menuntaskan tugas politiknya. Pertama, modal politik yang sudah dimiliki Laode Ida tidak terlalu menguras energi untuk memperjuangkannya. Dalam konsep pilitical marketing, Laode Ida memiliki unsur price (harga) yang cukup tinggi untuk dijual. Predikat sebagai putra daerah yang pernah menjadi pimpinan DPD dan integritas yang belum cacat hukum merupakan branding politik yang dapat diunggulkan dibandingkan calon lain.

Paling tidak, PKS memiliki figur dengan kapasitas yang sepadan dengan kompetitor lainnya. Kedua, PKS dikenal sebagai partai yang memiliki mesin politik yang bekerja cukup baik dan efektif dibandingkan dengan partai lain. Dengan mesin partai yang solid, tentu saja PKS memiliki strategi yang sistematis dan terukur untuk memenangkan calon yang diusungnya.

Kolaborasi antara modal politik figur dan mesin partai merupakan faktor penting dalam suatu kontestasi politik. Bila dikemas dengan baik, dua kekuatan tersebut akan menjadi simbiosis mutualisme antara figur dan partai. Sinergi dua unsur tersebut memungkinkan PKS untuk tidak hanya merebut satu slot kursi DPR RI, melainkan juga akan memiliki efek domino untuk mendongkrak suara kursi DPRD. Bahkan mungkin bisa berlanjut dalam Pilgub karena bisa jadi kompetisi DPR RI hanyalah ajang test case untuk maju dalam Pilgub 2024. Dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi karena, kata von Bismarck, politics is the art of the possible (politik adalah seni kemungkinan).

  • Bagikan