Tiga OKP Berang Perayaan HPS di Sultra Ditengah Duka dan Konflik

  • Bagikan
Aksi protes tiga organisasi kemasyarakatan pemuda atas pelaksanaan HPS di Sultra (Foto: Istimewa)
Aksi protes tiga organisasi kemasyarakatan pemuda atas pelaksanaan HPS di Sultra (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM : KENDARI – Tiga Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di Sulawesi Tenggara yaitu HMI, GPM dan GMNI menegaskan bahwa Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak layak menyandang predikat sebagai tuan rumah Hari Pangan Sedunia (HPS) ke – 39, yang tengah berlangsung hari ini tanggal 2 November sampai 5 November Tahun 2019 mendatang.

Berangnya ketiga OKP ini diluapkan dengan melakukan aksi penolakannya di perempatan lampu merah pasar baru, Jumat malam (1/11/2019).

Kekesalan itu muncul karena sampai saat ini, kasus meninggalnya dua orang Mahasiswa masih menyisahkan tanda tanya, siapa pelakunya (?). Enam personil kepolisian yang terbukti membawa senjata saat pengamanan unjuk rasa berdarah di Gedung DPRD Sultra hanya dikenakan sanksi disiplin teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat dan gaji selama setahun, akibat telah melanggar standar operasional prosedur (SOP) penanganan unjuk rasa. Lantas siapa oknum pelaku yang menewaskan dua Mahasiswa Almarhum Randi (21) dan Yusuf (19) ?.

Tidak itu saja, konflik agraria berkaitan dengan beberapa kasus penyerobatan lahan dengan masuknya perusahaan pertambangan di Sultra masih menyisahkan banyak pertanyaan juga termasuk turunnya harga – harga pangan yang ada dipasaran, menjadi faktor yang disesalkan ketiga OKP itu.

Ketua HMI Badko Sultra, Eko Hasmawan Baso, mengungkapkan penolakan terhadap kedatangan Presiden dan perwakilan tiap negara (duta besar) di Sultra dalam rangka hari pangan sedunia karena persoalan kasus Almarhum Randi dan Yusuf yang belum juga selesai sampai kini. Juga, banyaknya konflik agraria dan harga komoditi pangan yang tidak stabil di pasaran.

“Kondisi Sultra saat ini masih berduka, setelah meninggal dua mahasiswa UHO pada unjuk rasa (26/9) Randi dan Yusuf, belum menemui titik terang siapa pelakunya?, serta banyaknya konflik Agraria di Sultra yang tidak seharusnya menjadi tuan rumah hari pangan Se-dunia. Begitu juga harga komoditi pangan yang turun,” ungkap Eko Hasmawan Baso, Jumat malam (1/11/2019).

Eko kembali menegaskan bahwa Sultra tidak layak menjadi tuan rumah Hari Pangan Se-dunia karena harga komoditi pangan di Sultra yang turun. Itu dibuktikan dari harga lada semula Rp.150.000 turun menjadi Rp.28.000 per kilogram. Dan itu terjadi di pusat lokasi HPS, seolah-olah masyarakat Kecamatan Angata di mata dunia adalah masyarakat yang sejahtera dan kenyataan di lapangan masih jauh dari kata sejahtera.

“Tiga hal ini seharusnya menjadi pertimbangan serius dari pemerintah daerah, sebelum menyelenggarakan HPS, karena ini sama saja mempertontonkan wajah Sultra yang banyak permasalahan dan tidak layak menjadi tuan rumah HPS,” tegasnya.

Senada dengan Eko, Ketua GPM Sultra, Abdur Rajan Saputro mengatakan dengan tegas kondisi Sultra masih berduka dengan belum jelasnya siapa pelaku penembakan Alm. Randi dan Alm. Yusuf.

“Seharusnya ini menjadi pertimbangan serius pemerintah daerah Sultra sebelum menyelenggarakan HPS,” katanya.

Kemudian, Ketua GMNI Cabang Kendari, Abdul Wahab, juga menjelaskan bahwa pihaknya menolak kehadiran Presiden Republik Indonesia di Sultra karena banyaknya praktek monopoli tanah dan sumber-sumber agraria oleh korporasi semakin meluas terjadi di Sultra.

“Saat ini Sultra tengah mengalami lima pokok krisis agraria, yakni ketimpangan struktur agraria yang tajam, maraknya konflik agraria struktural, kerusakan ekologis yang meluas, laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke nonpertanian, kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas. Merujuk pada naskah RUU Pokok Agraria yang terakhir, kami memandang bahwa RUU Pokok Agraria gagal menjawab lima krisis agraria yang terjadi,” jelasnya.

Laporan : Maykhel Rizky Duruka

Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan