OJK: Stabilisasi Sektor Jasa Keuagan Terjaga Ditopang Kebijakan Restrukturisasi Kredit

  • Bagikan
Kepala OJK Sultra, Mohammad Fredly Nasution (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)
Kepala OJK Sultra, Mohammad Fredly Nasution (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa kondisi sektor jasa keuangan masih dalam kondisi yang stabil dan terjaga di tengah upaya keras yang dilakukan OJK bersama Pemerintah dan otoritas lain untuk mendorong upaya pemulihan ekonomi nasional yang masih tertekan dampak pandemi Covid-19.

Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan OJK mencatat bahwa profil risiko dan permodalan sektor jasa keuangan dalam kondisi yang terjaga terlihat dari Oktober 2020, rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15 persen (NPL net: 1,03 persen) dan Rasio NPF perusahaan pembiayaan sebesar 4,7 persen.

Kepala OJK Sulawesi Tenggara, Mohammad Fredly Nasution, mengatakan terjaganya NPL dan NPF banyak ditopang kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan yang realiasasinya hingga 26 Oktober 2020, restrukturisasi kredit mencapai Rp932,4 triliun untuk 7,53 juta debitur perbankan. Terdiri dari restrukturisasi kredit UMKM Rp369,8 triliun untuk 5,84 juta debitur dan non UMKM senilai Rp562,5 triliun untuk 1,69 juta debitur.

“Realisasi restrukturisasi pembiayaan hingga 17 November 2020 mencapai Rp181,3 triliun untuk 4,87 juta kontrak. Sementara risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) Agustus 2020 sebesar 2,31 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen,” ungkap Fredly, Kamis (26/11/2020).

Lanjutnya, likuiditas dan permodalan perbankan juga berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 18 November 2020 terpantau pada level 157,57 persen dan 33,77 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen November dan 10 persen. 

Sedangkan permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat sebesar 23,74 persen serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 539 persen dan 337 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitupun gearing ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,28 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen.

“OJK mencatat data Oktober 2020 menunjukkan kinerja intermediasi sektor jasa keuangan masih sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional. Data Oktober, Dana Pihak Ketiga (DPK) masih tumbuh di level tinggi sebesar 12,12 persen yoy, didorong oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai 13,79 persen (yoy),” terangnya.

Sementara itu, perbankan mencatatkan kredit baru sebesar Rp130,92 triliun, namun tingginya pelunasan kredit dan hapus buku oleh perbankan untuk memitigasi risiko kredit menyebabkan pertumbuhan kredit terkontraksi sebesar -0,47 persen yoy. Kontraksi kredit perbankan lebih banyak disebabkan menurunnya kredit modal kerja dampak masih tertekannya permintaan pada sektor usaha. 

OJK akan mendorong intermediasi perbankan pada beberapa sektor usaha yang mulai kembali pulih seperti asuransi dan dana pensiun, jasa penunjang perantara keuangan, industri kimia, farmasi dan obat tradisional, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib serta sektor pengadaan air, pengelohan sampah, limbah dan daur ulang. 

Di industri keuangan non-bank, piutang Perusahaan Pembiayaan terkontraksi sebesar -15,7 persen yoy seiring belum pulihnya pasar kendaraan bermotor yang merupakan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembiayaan. 

Sedangkan, industri asuransi tercatat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp26,6 triliun (Asuransi Jiwa: Rp18,1 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp8,5 triliun) dan fintech P2P Lending Oktober 2020 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp13,24 triliun atau tumbuh sebesar 18,4 persen yoy.

Dikatakannya, hingga 24 November 2020, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten di pasar modal mencapai 149, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp100,1 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 44 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. 

“Dalam pipeline saat ini terdapat 58 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp21,76 triliun,” ujarnya.

OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan. OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.

Ke depan, OJK sudah memutuskan untuk memperpanjang masa waktu kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang seharusnya selesai pada Maret 2021 menjadi Maret 2022, dengan penambahan substansi yang lebih detail terkait penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh Bank dalam penerapan perpanjangan restrukturisasi serta perlakuan relaksasi dan self assessment penambahan alternatif governance untuk persetujuan restrukturisasi dan tata cara self assessment yang dapat dilakukan Bank per Januari 2021.

OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan. OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional. OJK juga terus memperkuat koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk terus menjaga stabilitas sistem keuangan. (B)

Laporan: Wa Rifin
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan