DPRD Sultra Janji Perjuangkan Nasib Honorer K2

  • Bagikan
Wakil Ketua DPRD Sultra, Nursalam Lada. (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)
Wakil Ketua DPRD Sultra, Nursalam Lada. (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Polemik nasib honorer kategori dua (K2) di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), belum tuntas. Masalah pembatasan usia ini, kini dibawa ke meja DPRD Sultra.

Honorer K2 di Sultra menilai penerimaan CPNS 2018 tidak adil. Persoalan pembatasan usia sampai 35 tahun menjadi penghalang mereka mendaftarkan diri di penerimaan tersebut. Terlebih honorer terakomodir hanya yang terdaftar di Surat Keputusan Bupati/Wali Kota.

Wakil Ketua DPRD Sultra, Nursalam Lada berjanji akan memperjuangkan aspirasi honorer K2.

Selain itu, dalam hasil pembahasan anggaran APBD Perubahan beberapa hari lalu, disepakati guru honorer tingkat SMA dan SMK akan dianggarkan provinsi pada 2019. Kesepakatannya, mulai 2018 akan dilakukan inventarisasi terhadap jumlah guru honorer di setiap sekolah.

“Kita berharap, semua guru honorer baik yang sudah di SK-kan oleh bupati maupun kepala sekolah harapan kita bisa terdata secara keseluruhan,” ujar Nursalam Lada, Minggu (30/9/2018).

DPRD akan mengakomodir guru honorer melalui SK yang dikeluarkan kepala daerah dan kepala sekolah sehingga perlu dilakukan pendataan menyeluruh. Kesejahteraan guru honorer perlu disikapi, mengingat sejumah sekolah diisi guru honorer untuk mata pelajaran tertentu yang seharusnya untuk tenaga guru negeri.

“Ini juga kalau tidak diperhatian akan berpengaruh terhadap mutu pendidikan pada sekolah yang bersangkutan,” ucapnya.

Dirinya berharap, semua tenaga honorer di SK bupati/wali kota maupun kepala sekolah bisa terakomodir honornya oleh provinsi, artinya pengambil alihan itu secara keseluruhan. Serta tenaga K2 harus terakomodir, karena pengakuan negara ada disitu. Jadi tidak perlu lagi ada SK bupati maupun kepala sekolah karena pengabdian mereka pada negara cukup lama. Apalagi, tenaga honorer K2 dari tahun 2015 sebelumnya, pengabdiannya begitu lama pada negara dan perlu diapresiasi.

“Yang perlu dilihat oleh negara sebenarnya pengabdian honorer K2 ini, karena dalam mendidik anak-anak muda dan generasi muda dengan gaji hanya 100-200 ribu, perjuangan mereka buang-buang waktu hanya untuk mendidik anak, seharusnya negara itu memberikan apresiasi dan penghargaan,” terangnya.

Hasil konsultasi gubernur dan Kemendagri bersama Kemenpan-RB, pengangkatan honorer K2 hanya yang terdapat dalam SK bupati/wali kota. Namun menurut Nursalim, itu merupakan masalah, sebab tak semua sekolah memiliki banyak guru PNS, termasuk sejumlah guru honorer memegang mata pelajaran tertentu dan diSK-kan kepala sekolah.

“Kalau kita melihat honorer ini seharusnya upah mereka ini sesuai standar lah, tapi harus sesuai dengan kemampuan daerah, minimal harus ada di angka UMR,” tambahnya.

Laporan: Hasrul Tamrin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan