Polemik 6.000 Informan di Wakatobi: Manuver Bupati Haliana Picu Debat Manajemen APBD

  • Bagikan
SK pengangkatan enam ribu informan di Wakatobi.
SK pengangkatan enam ribu informan di Wakatobi.

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Keputusan mengejutkan dari Bupati Wakatobi, Haliana, telah memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat setempat. Dalam beberapa minggu terakhir, terungkap bahwa Bupati telah mengeluarkan empat Surat Keputusan (SK) yang menetapkan sebanyak enam ribu warga sebagai tenaga informan di Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik (Kesbangpol) Wakatobi.

Langkah ini diambil melalui SK Bupati nomor 433 hingga 436 tahun 2023, yang mencakup pembentukan berbagai forum komunitas di tingkat Desa/Kelurahan se-Kabupaten Wakatobi.

Menurut SK tersebut, setiap SK mengangkat 15 warga di 100 desa dan kelurahan. Keputusan ini membuka peluang kerja baru, namun juga memicu kekhawatiran tentang pemborosan anggaran dan manajemen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang kurang efektif.

Yayan Serah, Ketua Gerakan Barisan Rakyat Kepulauan Buton (Gebrak Kepton), mengkritik proses pengangkatan yang dianggap sarat kepentingan politik, terutama menjelang Pemilu dan Pilkada 2024.

Lebih lanjut, Yayan Serah menyoroti pelanggaran terhadap Peraturan bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri terkait pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK).

Ia mendesak Bupati Wakatobi untuk memperhatikan manajemen APBD dan memastikan pengangkatan tenaga honorer sesuai kompetensi yang dibutuhkan.

Di sisi lain, Kepala Kesbangpol Wakatobi, Adam Bahtiar, membela keputusan tersebut, menyatakan bahwa pengangkatan ini adalah tindak lanjut dari perintah undang-undang.

Bahtiar menekankan bahwa pemberian SK kepada 6.000 orang ini bukanlah atas dasar kepentingan politik. Ia juga menjelaskan bahwa meskipun tidak menerima gaji, anggota yang diangkat akan mendapatkan uang saku atau transportasi setiap kali menghadiri pertemuan.

Situasi ini memicu kekhawatiran tentang efektivitas dan transparansi dalam pengelolaan anggota di empat SK tersebut. Kebobrokan dalam sistem ini terlihat dari pengangkatan individu yang telah menjadi pemimpin di forum kerukunan umat beragama di beberapa desa. Muncul juga isu tentang adanya nama ganda di beberapa desa yang terdaftar.

Laporan: Amran Mustar Ode

  • Bagikan