Pemilik Awal Menduga Izin Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera Terbaru Terjadi Maladministrasi

  • Bagikan
Aktivitas pertambangan di IUP PT Fatwa Bumi Sejahtera. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Pemegang sekaligus pemilik awal dan sah izin usaha pertambangan (IUP) Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera (PT. FBS) di Desa Pitulus, Kecamatan Lasusua, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, Brigjen Pol (P) Adv. Drs. AR Allorante menduga penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) Produksi terbaru PT Fatwa Bumi Sejahtera nomor 780/DPMPTSP/XII/2020 terjadi penyimpangan prosedur atau maladministrasi.

Pasalnya, penerbitan IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera terbaru tersebut dengan Direktur KMS. H. M. Umar Halim dan Komisaris Jurni dengan dasar IUP Produksi miliknya nomor 540/128 tahun 2012 tanpa adanya pengetahuan maupun persetujuan langsung, atau melalui putusan pengadilan.

“Kami menduga bahwa dalam proses penerbitan IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera yang terbaru terjadi pelanggaran administrasi atau maladministrasi karena terbitnya IUP Produksi yang baru hanya mendasar kepada SK Pembatalan Kepala Dinas Penanaman Modal atas SK Pencabutan IUP Produksi tahun 2014 oleh Bupati Kolaka Utara tanpa melalui gugatan PTUN Provinsi Sulawesi Tenggara dan jelas semua sama persis dengan IUP milik kami,” ungkap Allorente, Jumat (9 Juni 2023).

Allorante menjelaskan, awal mula kepemilikan izin eksplorasi PT Fatwa Bumi Sejahtera dengan nomor 540/372 diberikan oleh mantan Bupati Kolaka Utara, Rusda Mahmud sekitar tahun 2010 saat menduduki salah satu jabatan strategis di Provinsi Sulawesi Tenggara kala itu dan telah mendapat hak atas tanah yang terletak di Kolaka Utara Blok Lasusua (KW 2 OP 37), Desa Pitulus, Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara seluas kurang lebih 101 hektare.

Namun karena pindah tugas ke Jakarta, tanah tersebut masih dalam status IUP Eksplorasi dan masih pula dalam status tumpang tindih dengan Hak PT. Inco (PT. Vale) akan tetapi dengan berjalannya waktu PT. Vale telah menyatakan melepaskan haknya, sehingga pada tahun 2012 dia mengaku telah mengurus dan meningkatkan status IUP Eksplorasi PT Fatwa Bumi Sejahtera tersebut menjadi IUP Produksi dengan mengeluarkan biaya cukup besar saat proses pengurusan dan peningkatan menjadi IUP Produksi.

“Pada saat itu saya sama sekali tidak kenal apalagi dimintai bantuan atas pengurusan IUP Produksi tersebut dari pemilik PT Fatwa Bumi Sejahtera yang lama dalam hal ini Fatmawati Kasim Marewa dan Burhanuddin, dan dokumen asli IUP Produksi dengan nomor 540/128 Tahun 2012 tersebut saya terima langsung dari mantan Bupati Kolaka Utara kala itu,” bebernya.

Tapi apadaya, di tahun 2014 IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera tersebut dicabut oleh Bupati Kolaka Utara dengan Surat Keputusan Bupati Kolaka Utara Nomor 540/202 Tahun 2014 tanggal 12 Juni 2014 tentang pencabutan izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT Fatwa Bumi Sejahtera karena bermasalah/tumpang tindih lahan dengan PT Inco (PT Vale).

Bahwa dengan dicabutnya IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera secara otomatis status lahan tersebut menjadi milik negara karena areal tersebut terdiri dari 90% hutan produksi dan 10% APL (Areal Pemanfaatan Lain). Dengan sendirinya pemilik PT Fatwa Bumi Sejahtera baik yang lama maupun yang baru tidak berhak menguasai areal lahan tersebut.

Anehnya, lanjut Allorente pada Juni 2020 Burhanuddin selaku pemilik PT Fatwa Bumi Sejahtera yang lama dan Hj. Fatmawati selaku Direktur PT Fatwa Bumi Sejahtera yang lama dengan sengaja dan tanpa itikad baik telah memindahtangankan kepemilikan PT Fatwa Bumi Sejahtera kepada KMS. H. M. Umar Halim selaku Direktur dan Jurni selaku Komisaris tanpa memikirkan/mempedulikan dampaknya terhadap pemilik IUP Produksi Nomor 540/128 Tahun 2012 yakni dirinya.

“Pada tahun 2021 melalui kuasa hukum kami pernah membuat pengaduan di Polda Sultra atas perkara hilangnya hak pengelolaan kami atas lahan PT Fatwa Bumi Sejahtera. Bahkan saat itu diadakan pemeriksaan konfrontir antara Pelapor dan pemilik PT Fatwa Bumi Sejahtera yang lama bersama dengan Komisaris PT Fatwa Bumi Sejahtera yang baru. Hasilnya sama sekali keduanya tidak mengetahui siapa yang mengurus IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera. Karena memang fakta hukumnya kamilah satu-satunya yang mengurus dan memiliki IUP Produksi tersebut,” terangnya.

Bahkan pada tahun 2021, Allorante juga pernah mengajukan Somasi kepada Hj. Fatmawati selaku Pemilik dan Direktur PT Fatwa Bumi Sejahtera yang lama.

“Jawaban tersomasi mengaku pengalihan/pemindahtanganan murni hanya perusahaannya saja yang merupakan hak yang bersangkutan dan terkait dengan IUP Lama maupun IUP Baru yang dipermasalahkan silahkan mempertanyakan kepada pemilik PT Fatwa Bumi Sejahtera yang baru dalam hal ini Sdr. KMS. H. M. Umar Halim dan Sdr. Jurni, S.H. karena mereka tidak pernah memegang dokumen tersebut,” ujarnya menyampaikan hasil somasi.

“Tapi yang mengherankan dan kami pertanyakan dirinya dari mana saudara Umar Halim dan Jurni mendapatkan IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera tahun 2012 yang saya urus, kuasai, dan miliki karena Fatmawati Kasim Marewa dan Burhanuddin (Suami dari Hj. Fatmawati) tidak pernah lihat, pegang, apalagi menyimpan dokumen tersebut,” tambahnya.

Artinya, lanjut dia, dari rentetan kepemilikan tersebut terang dan jelas bahwa terdapat fakta hukum bahwa Pemilik PT Fatwa Bumi Sejahtera mengakui bahwa IUP Produksi PT Fatwa Bumi Sejahtera tahun 2012 tersebut adalah miliknya namun secara tidak patut dan melawan hukum telah dialihkan kepada pemilik baru PT Fatwa Bumi Sejahtera yaitu Sdr. KMS. H. M. Umar Halim dan Sdr. Jurni, S.H.

Olehnya itu, dia berharap agar pihak-pihak penegakkan hukum ataupun Ombudsman RI bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan baik sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

“Bahwa sangat janggal dan aneh, mungkin peristiwa yang pertama kali terjadi di lingkungan Provinsi Sultra dimana IUP Produksi sudah dicabut oleh bupati dengan surat keputusan Bupati Kolaka Utara nomor 540/202 dan IUP Produksi tersebut sudah mati 6 tahun kemudian dihidupkan kembali dengan cara membatalkan SK Bupati Kolaka Utara tersebut hanya dengan SK Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 773/DPMPTSP/XII/2020 tanggal 10 Desember 2020 tanpa melalui gugatan PTUN Provinsi Sulawesi Tenggara,” pungkasnya.




Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan